Selasa, 26 November 2013
Prinsip Produksi Dalam Islam
Prinsip fundamental ekonomi Islam dalam proses produksi adalah terciptanya kesejahteraan ekonomi pada diri individu dan juga masyarakat, terutama untuk skala yang lebih luas menyangkut persoalan moral, pendidikan, agama dan lain sebagainya. Prinsip moral dalam produksi yang diajarkan oleh Islam antara lain:
1. Berproduksi dalam lingkaran halal
Produksi dalam Islam baik dilaksanakan secara individu maupun kolektif, perseorangan maupun oleh badan usaha, pengadaan barang maupun jasa harus berpegang pada semua yang dihalalkan oleh Allah dan tidak melewati batas. Walaupun daerah halal itu luas namun manusia selalu saja merasa kurang puas dengan yang halal sehingga banyak yang melangar hukum Allah dan tergiur pada sesuatu yang haram, padahal ini dibenci oleh Allah dan Islam.
2. Dilarang melakukan usaha produksi yang mengarah kepada kedzaliman
Usaha produksi baik yang menghasikan barang maupun jasa yang mengarah kepada terjadinya unsur kedzaliman pada bidang ekonomi dan kemasyarakatan sangat ditentang keras oleh ajaran Islam. Seperti halnya riba karena akan menghilangkan keadilan ekonomi dan berdampak buruk pada perekonomian umat..
1. Segala bentuk penimbunan (ikhtikar) dan monopoli terhadap barang kebutuhan masyarakat adalah haram.
Penimbunan menjadikan tingkat produksi berkurang, suplai berkurang dan melonjaknya harga pasar. Hal ini bisa dicegah dengan campur tangan pemerintah yang harus secara tegas menghukum para penimbun dan memaksanya untuk menjual barang tersebut sesuai dengan harga yang adil dan layak.
Dalam sejarah Islam pada masa Rasulullah, negara melalui institusi hisbah memiliki kekuasan untuk mengontrol harga atau menetapkan upah buruh. Campur tangan pemerintah ini diberlakukan bila terjadi distorsi pasar (dzulm) yang mengakibatkan harga yang melambung. Rasulullah mengangkat seorang Muhtasib (petugas pengontrol dan pengawas kegiatan bisnis) yang akan menentukan harga yang adil untuk diterima semua pihak, baik produsen, distributor dan konsumen.
1. Memberi perlindungan pada kekayaan alam
Menjaga sumber daya alam juga sangat penting karena alam adalah karunia Allah yang wajib disyukuri dengan menjaga sumber daya alam dari polusi, kehancuran dan kerusakan serta pemanfaatan yang berlebihan. Pemanfaatan sumber daya alam harus diimbangi dengan pemeliharaan kelestarian dan kontinuitas kelangsungan lingkungan hidup. Dalam perspektif ekonomi, Islam memandang manusia sebagai berikut:
1. Setiap manusia adalah produsen yang menghasilkan barang dan jasa yang berkaitan langsung dengan lingkungan hidup.
2. Manusia dididik oleh lingkungan hidup dan bumi untuk senantiasa mengingat kebesaran Allah yang telah mendistribusikan rezeki yang adil diantara manusia.
3. Sebagai produsen, maka manusia tidak boleh melakukan tindakan yang merusak lingkungan hidup
Ekonomi dalam Islam menempatkan self interest (kemaslahatan indivodu) dan sosial interest (kemaslahatan masyarakat luas) sebagai tujuan dan sistem ekonomi mempunyai prinsip fundamental pada keadilan ekonomi (al-’adalah al-iqtisadiyah), jaminan sosial (at-takaful al-’ijtima’i) dan pemanfaatan sumber-sumber daya ekonomi secara efisien. Self interest dalam Islam diperlakukan sebagai kekuatan konstruktif bagi kesejahteraan kolektif. Keadilan ekonomi memiliki hubungan yang kuat dengan keadilan produksi. Keadilan produksi mencakup harga yang adil (as-saman al-’adl) dan laba yang adil pula (al-ajr al-’adl).
Produksi dalam Islam merupakan usaha untuk memenuhi baik secara material dan moral sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup yang hakiki yaitu kebahagiaan dunia akhirat. Sistem ekonomi Islam sangat mendorong majunya produktifitas dan mengembangkannya baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Sudut pandang produksi dalam Al-Qur’an diantaranya terdapat pada surat Al-Mulk ayat 15, Al-Baqarah ayat 22, An-Nahl ayat 14, surat Al-jumu’ah ayat 9, dan masih banyak lagi.
Dalam surat dan ayat-ayat tersebut telah dijelaskan bahwa barangsiapa yang berjalan di penjuru bumi, bertebaran diatasnya dan mencari karunia Allah, maka pasti ia akan makan rizqi Allah. Barangsiapa yang duduk dan berpangku tangan tidak mau bekerja dan berbuat, baik pribadi maupun ummat, maka pasti akan terhalang mendapatkan bagian. Dalam sunatullah tidak sama antara orang yang duduk berpangku tangan dan orang yang bekerja. Islam juga tidak membolehkan seseorang hanya mengandalkan pertolongan orang lain, padahal dia mampu orang yang kuat dan mampu bekerja. Dan sesungguhnya Islam menganggap suci amal duniawi dan memandangnya sebagai bagian dari ibadah dan dipandang sebagai jihad di jalan Allah, bila diikuti dengan niat yang benar disertai keikhlasan dan ketaqwaan.
Dari adanya anjuran produksi untuk memperbanyak harta dan menambah sumber penghasilan. Pekerjaan seseorang yang sesuai dengan ketrampilan yang dimiliki dikategorikan sebagai produksi, begitu juga kesibukan untuk mengelola sumber penghasilan adalah juga produksi. Produksi dalam Islam tidak bisa dipisahkan antara dua hal yaitu pemenuhan kebutuhan ekonomi dan sarana beribadah kepada Allah sehingga semua yang berkaitan dengan produksi haruslah sejalan dengan nilai-nilai syari’at Islam.
Tujuan produksi adalah memenuhi kebutuhan barang dan jasa baik untuk individu maupun untuk masyarakat. Produsen dalam menjalankan aktifitas ekonomi dengan berproduksi dituntut untuk tidak hanya mengejar keuntungan pribadi saja akan tetapi juga harus bisa memenuhi kebutuhan hidup orang banyak dan kesemuanya itu bermuara sebagai jalan untuk beribadah kepada Allah. Sedangkan dalam ekonomi kapitalis para pelaku ekonomi dan produsen mengejar keuntungan pribadi tanpa menghiraukan nilai moral yang ada.
Islam mengklasifikasikan komoditi yang dihasilkan oleh proses produksi (barang dan jasa) menjadi dua bagian besar yaitu:
1. Thayyibat: adalah komoditi yang secara hukum syar’i halal dikonsumsi dan diproduksi
2. Khabaits: adalah komoditi yang secara hukum syar’i haram dikonsumsi dan diproduksi
Sebagaimana Surat al-’A'raf ayat 157 yang berbunyi:
….ويحل لهم الطيبت ويحرم عليهم الخبئث…
Artinya: …dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk…” (al-A’raf: 157).
Tantangan berat bagi ekonom muslim dimasa sekarang adalah banyaknya peluang bisnis yang menjanjikan keuntungan besar justru datang dari usaha-usaha Khabaits (haram diproduksi, diperdagangkan dan dikonsumsi, contoh; narkoba, miras). Padahal ekonomi dalam Islam mengajarkan bahwa aktifitas ekonomi haruslah menghindari hal-hal yang diharamkan supaya individu dan masyarakat terjaga moralnya serta tercipta keadilan ekonomi mencakup harga dan laba yang adil.
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2012/09/21/prinsip-produksi-dalam-islam-488821.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar