Selasa, 26 November 2013
BETULKAH SELINGKUH ITU INDAH ?
BETULKAH SELINGKUH ITU INDAH ?
Ketika infotainment ramai memberitakan gosip bahwa si artis dan komedian “cilik” Daus Mini dikabarkan selingkuh, banyak teman yang ga percaya dan hanya menganggap hoax atau cari sensasi. Tapi lepas dari benar tidaknya kebenaran kabar itu ada sebuah keprihatinan bagi kita semua. Pertanyaannya, sebegitu parah-kah krisis rumah tanggaa yang sedang dialami oleh masyarakat kita ?
Tanda - Tanda Awal
Mungkin sebagian orang yang kita tahu rumah tangganya terjadi disharmoni pernah mengalami suatu keadaan dimana pasangannya tiba-tiba berubah dari sikap kebiasaannya. Mulai gampang marah, mudah tersinggung oleh hal-hal yang sepele, nampak tidak kerasan di rumah, suka bikin alasan sibuk ini dan itu, menjadi orang yang berbeda di mata pasangan dan keluarganya, tak ada salahnya mereka dan segenap anggota keluarga mulai waspada atas adanya kemungkinan : jangan-jangan suami atau ayah mereka telah memiliki WIL (Wanita Idaman Lain). Jangan-jangan imam keluarga yang mereka cintai ini telah mendua hatinya dan berkhianat dengan perempuan lain.
Mengapa demikian? Berdasar pengamatan atas berbagai fakta tentang fenomena perselingkuhan, gambaran perilaku di atas sering ditampakkan oleh mereka yang terlibat dalam kisah cinta yang abnormal ini. Secara umum orang yang berselingkuh menunjukkan gejala yang hampir sama : menurunnya tanggung-jawab pada keluarga, mulai dari hal sederhana semisal perhatian hingga hal penting semisal nafkah. Menurunnya tingkat keberagamaan, ditandai dengan malasnya melakukan “ibadah” dan egois. Para peselingkuh lebih mengejar kesenangan pribadi dan kurang peduli dengan kesenangan atau kebahagiaan keluarga.
Berbicara urusan perselingkuhan, WIL (Wanita Idaman Lain) bagi kaum pria dan PIL (Pria Idaman Lain) bagi wanita, mesti kita akui perkembangannya makin mencemaskan saja. Dulu pernah dipublikasikan hasil sebuah penelitian bahwa 2 diantara 3 laki-laki di Jakarta pernah berselingkuh. Penelitian yang dihelat untuk kaum perempuan yang bekerja, lagi-lagi di Jakarta, juga mengabarkan hal yang nyaris serupa. Di susul penelitian-penelitian yang masih terus terpublikasi, terlepas sejauh mana validitas metodologi dari penelitian tersebut, yang bikin kita layak prihatin adalah penegasan bahwa selingkuh seolah telah menjadi “budaya” baru dan berlaku tidak hanya pada laki-laki namun kaum perempuan pun merasa ikut “terpanggil”. Sehingga kita mungkin pernah mendengar sebuah akronim “SII” (Selingkuh Itu Indah).
Betulkah selingkuh itu indah? Bila ada manusia yang bisa menikmati indahnya perselingkuhan, yang terhibur oleh pengkhianatan atas nilai-nilai suci pernikahan dan doktrin agama tentang larangan perzinahan, maka manusia semacam itu tergolong sebagai manusia yang kejam, manusia yang layak dicermati kewarasannya. Bagaimana tidak, manusia yang terhibur justru oleh pengkhianatan dan “dosa” tentu sebagai hal yang tidak normal, tidak wajar bahkan “menyimpang”.
Selingkuh adalah Pengkhianatan
Perselingkuhan adalah hubungan pribadi di luar nikah, yang melibatkan sekurangnya satu orang yang berstatus nikah, dan didasari oleh tiga unsur:
(1) saling ketertarikan
(2) saling ketergantungan
(3) saling memenuhi secara emosional dan seksual.
Perselingkuhan tidak selalu berarti hubungan yang melibatkan kontak seksual. Sekalipun tidak ada kontak seksual, tetapi kalau sudah ada saling ketertarikan, saling ketergantungan, dan saling memenuhi di luar pernikahan, hubungan semacam itu sudah bisa kita kategorikan sebagai perselingkuhan.
Ada beberapa tahapan perselingkuhan, yaitu :
Tahapan ketertarikan, yang terdiri dari ketertarikan secara fisik atau pun emosional. Karena tertarik pada seseorang, mulailah kita bercakap-cakap dan menjalin hubungan dengannya. Ketertarikan secara fisik mungkin oleh tampan atau kecantikan seseorang. Bisa juga oleh kepemilikan fisik yang lain seperti materi. Dalam beberapa kasus, perselingkuhan juga diawali oleh ketertarikan non-fisik. Perempuan atau laki-laki yang smart (cerdas), yang enak diajak bicara, mahir memberi solusi, enak menjadi tempat ”curhat” memiliki dayak tarik tertentu. Curhat, mengeluhkan problem, tidak selamanya menjadi pilihan yang tepat bila tidak bijak memilih orang karena bisa menjadi pintu masuk bagi hubungan yang tidak semestinya.
Setelah itu, kita mulai merasa tergantung dengannya. Kita merasa membutuhkan dia. Saat dia tidak hadir, kita merasa tidak nyaman, sehingga kita mulai menanti-nantikannya. Mulai ada rasa rindu. Kita seperti terperangkap dalam pesona dan pengaruhnya. Dia menjadi begitu berarti. Bagi orang yang sudah berkeluarga, arti keluarga mulai tergeser oleh kehadiran ”idaman” baru itu. Mungkin tidak sepenuhnya tergeser, namun pesaing ”berat” itu jelas dan nyata
Setelah rasa ketergantungan, mulailah proses saling memenuhi. Kita dengan dia merasa saling memenuhi kebutuhan emosional masing-masing. Misalnya, yang satu punya problem tertentu, lalu diceritakan kepada rekan yang dapat memenuhi kebutuhan emosionalnya, dan terus berlanjut. Biasanya, kalau ada unsur-unsur ini, hanya tinggal masalah waktu untuk terjadinya hubungan seksual antara kedua orang tersebut.
Perselingkuhan jelas adalah pengkhianatan. Setidaknya ada dua hal penting yang telah dikhianati. Pertama, pengkhianatan atas tujuan berumah-tangga. Saat seseorang memutuskan menikah, memilih dengan sadar status baru entah sebagai suami atau istri, status itu jelas mengandung konsekuensi-konsekuensi. Menjadi suami memiliki kewajiban dan hak tertentu. Menjadi istri pun demikian. Kewajiban dan hak itu ada sesungguhnya untuk memudahkan pasangan tersebut mewujudkan kebahagiaan (sa’adah) ataupun ketenteraman (sakinah).
Kebahagiaan atau ketenteraman seperti apa yang harus digapai oleh sepasang suami istri? Tentu adalah kebahagiaan bersama. Kebahagiaan yang dinikmati oleh suami dan pada saat yang sama juga dinikmati istri, ataupun sebaliknya. Dua anak manusia ini saling berbagi kebahagiaan, kesenangan, kepedulian, kenikmatan. Pada saat yang sama, karena kehidupan hanyalah perguliran antara yang menyenangkan dan menyusahkan, mereka juga berbagi beban penderitaan, kesusahan, kesedihan dan semacamnya. Prinsipnya mereka senang bersama, susah pun bersama. Berbagi tawa sekaligus air mata.
Selingkuh, jelas menodai tujuan mewujudkan kebersamaan ini. Bila suami atau istri sedang berselingkuh mungkin ada bahagia, ada kenikmatan yang dia kecap walau kadang juga diikuti rasa bersalah. Tapi yang paling jelas adalah dia telah membuat pasangannya kecewa, tersakiti, terdzalimi, menderita lahir dan batin. Adakah yang merasa bahagia bila pasangannya berselingkuh? Pastinya tidak ada dan tidak akan pernah ada. Selingkuh adalah bentuk nyata dari egosime seseorang yang rela tertawa di atas penderitaan dan air mata orang-orang yang mestinya dicintai dan dibahagiakan.
Betapa banyak biduk rumah tangga yang mesti karam sebelum berlabuh di pelabuhan kebahagiaan akibat perselingkuhan ini. Diawali dari percekcokan, saling selisih pendapat, saling merasa tidak nyaman, dan bila itu terus berlanjut dan tidak menemukan solusi secara elegan, sangat mungkin perceraian pun dipilih sebagai jalan keluar. Mungkin belum tersaji angka yang pasti korelasi antara perselingkuhan dan angka perceraian. Akan tetapi dengan menilik contoh-contoh mulai dari fakta di lingkungan terdekat kita, hingga berita yang terekspos di media mengenai tokoh-tokoh entah itu dari kalangan artis, pejabat publik maupun para pesohor lainnya, memberi gambaran bahwa tidak sedikit ikatan pernikahan berakhir akibat adanya perselingkuhan.
Kedua, pengkhianatan atas tata nilai dan moralitas yang dijunjung tinggi semua agama tentang larangan perzinahan. Agama apapun tidak ada yang merestui perzinahan. Pada hakikatnya perselingkuhan adalah perzinaan. Diawali dengan zina anggota tubuh seperti zina mata, zina tangan dan yang lain, perselingkungan sangat mungkin terjebak pada zina yang sesungguhnya yakni terjadinya hubungan seksual antara pihak yang menjalin hubungan terlarang itu.
Dalam pandangan Islam seorang yang berzina mendapatkan hukuman yang sangat berat. Jika belum menikah (zina ghoiru mukhshon), pelakunya harus dicambuk 100 kali, dan untuk yang sudah menikah (zina mukhshon) harus dirajam sampai mati. Hukuman yang berat ini akan menjadi pelajaran bagi pelakunya hingga menimbulkan jera sekaligus sebagai penebus dosa atas perbuatan yang dilakukan. Jika hukuman ini diterapkan, seseorang akan berpikir panjang sebelum melakukan perselingkuhan.
Tentang hukuman bagi para pezina ghoiru mukhshon ini Allah berfirman dalam Surat an Nur ayat 2 sbb:
”Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada kedaunya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang beriman” (QS: 24 : 2)
Juga sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim Rasululullah SWA bersabda :
”Perawan dengan bujang yang berzina hendaklah didera seratus kali dan diasingkan dari negeri itu selama satu tahun (HR Muslim)
Mengingat definisi selingkuh sebagaimana di atas setidaknya melibatkan satu orang yang telah menikah, maka peselingkuh dikategorikan sebagi pelaku zina mukhshon dan hukumannya dirajam sampai mati. Mengenai hal ini bisa dilihat dalam hadist berikut:
”Telah berkata Umar (khalifah kedua dalam pidatonya di muka umum) , Sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad dengan hak (benar) dan telah menurunkan kitab kepadanya. Maka diantara ayat-ayat yang diturunkan itu ada ayat ”rajam”. Kami telah membaca, menjaga, dan menghafalkan ayat itu. Rasululullah SAW telah merajam orang berzina dan kami juga telah menjalankan hukum rajam Saya sesungguhnya amat takut dikemudian hari kalau-kalau orang mengatakan, ’rajam tidak ada dalam kitab Allah.’ Maka dengan itu mereka sesat, meninggalkan kewajiban yang telah diturunkan Allah. Maka hukum rajam itu benar ada dalam kitab Allah atas orang yang berzina, laki-laki dan perempuan, apabila mukhshon, apabila ada saksi atas perbuatan itu, atau dia hamil, atau dia mengaku”. (HR Bukhori, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai)
Pasanganmu Ladang Amalmu
Bagi orang yang ingin menikamati kebahagiaan yang hakiki, tiada pilihan lain, jangan pernah berselingkuh. Bila saat ini sedang terjerat paktek ”keji” itu segera hentikan dan bertobat. Bila selingkuh diawali oleh rasa tidak puas terhadap pasangan atas kekurangan yang dimilikinya, bukankah masih ada cara lain yang lebih bermartabat untuk mengupayakan solusi dari ketidak-puasan itu?
Sepasang suami istri seharusnya menyadari bahwa tiada manusia yang sempurna. Kekurangan pasangan sesungguhnya bisa menjadi ladang amal bagi kita. Saat kita menyadari suami atau istri memiliki kelemahan dan kekurangan, itulah saat yang tepat bagi kita untuk membantunya menjadi orang yang lebih baik. Bukankah suami atau istri yang baik adalah mereka yang mampu membantu pasangannya menjadi orang yang lebih baik? Bukankah suami istri oleh Allah dalam QS al Baqarah 188 diibaratkan sebagai libas (pakaian) yang fungsinya antara lain menutupi aurat, menghangatkan dan memperindah?
Terlepas dari segala kekurangan dan kelebihannya, suami atau istri kita sesungguhnya adalah manusia terbaik pilihan Allah yang dikirim-Nya untuk kita, agar hidup kita menjadi lengkap, agama kita menjadi sempurna dan bersamanya kita merangkai kebahagiaan. Kita harus meyakini bahwa pilihan Allah pasti yang terbaik. Allah Maha Tahu atas apa yang telah, sedang dan akan terjadi. Kekurangan suami atau istri bukan alasan bagi kita untuk berpaling dan meninggalkannya. Lebih elok bila kekurangan-kekurangan itu kita jadikan lahan untuk pemberdayaan diri, sebagai bahan untuk belajar, sehingga kita akan ”lulus” dan menjadi suami atau istri yang terbaik untuk pasangan kita.
Amiin.
Wallahu a’lam bisshowab
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar