Senin, 25 November 2013
Manajemen Zakat
oleh : H. Nur Khamid, S.HI
Penghulu
KUA Kec. Sulang Kab. Rembang - Jateng
Dalam Islam, Negara mempunyai tanggungjawab untuk mengalokasikan berbagai sumberdaya dan potensi yang dimiliki Negara untuk kesejahteraan rakyat secara umum, maka masalah pengelolaan harta melalui pengaturan zakat digunakan sebagai sarana ntuk mendapatkan kehidupan yang lebih sejahtera. Islam mencegah penumpukan harta oleh sebagian kecil masyarakat dan menganjurkan distribusi kekayaan pada semua lapisan masyarakat. Cara pemindahan atau pemerataan kekayaan itu dimaksudkan agar si-kaya tidak merasa zakat yang dikeluarkannya sebagai kebaikan hati dan lebih merupakan sebuah kewajiban. Bila zakat dikelola, didistribusikan oleh Negara maka akan terdapat berbagai keuntungan, diantaranya:
a. Muzakki lebih disiplin dalam menunaikan kewajibannya dan fakir miskin lebih terjamin pemenuhan dan perolehan haknya
b. Fakir miskin tidak perlu meminta-minta haknya atas zakat harta si kaya
c. Pembagian zakat akan lebih tertib, terkoordinasi dan tepat sasaran
d. Zakat untuk kepentingan umum akan dapat disalurkan dan diawasi dengan lebih baik, lebih tepat sasaran.
Namun bisa saja pengumpulan, pendistribusian dan pengelolaan zakat dikelola oleh pihak swasta atau oleh masyarakat umum asalkan saja dibawah pengendalian dan pengawasan pemerintah. Pengurus-pengurus zakat adalah petugas pengumpul, pengelola dan pendistribusi zakat dari para wajib zakat kepada mereka yang berhak menerima zakat. Mereka boleh menerima zakat walaupun mereka kaya sebab apa yang mereka terima merupakan upah dari jerih payahnya.
Hazairin pernah mengusulkan dibentuknya bank zakat untuk mengumpulkan dan menditribusikan zakat kepada yang berhak terutama kaum miskin untuk disalurkan dalam bentuk pinjaman jangka panjang yang tidak berbunga untuk membangun lapangan kerja yang lebih produktif. Ini akan lebih efektif dari pada rumah gadai yang mencekik dan bank konvensional yang memberlakukan syarat berat pada kaum miskin.
Seiring perkembangan jaman, peran pemerintah mulai tergeser, akan tetapi siapapun atau lembaga apapun yang mengelola zakat hendaknya dapat melaksanakan ketentuan dan dapat mencapai tujuan serta sasaran zakat, dapat mengelolanya sesuai prinsip amanah, transparan dan akuntable.
Sayangnya, pelaksanaan manejemen zakat di Indonesia mengalami hambatan yang disebabkan oleh beberapa hal diantaranya:
a. Pemahaman dan kesadaran untuk berzakat yang masih sangat kurang pada masyarakat karena memang mengeluarkan zakat dan menyisihkan harta untuk diberikan kepada orang lain sangatlah berat bila tidak dilandasi niat beribadah dan melaksanakan kewajiban yang diperintahkan Allah.
b. Konsepsi fikih zakat yang kurang relevan lagi dengan kondisi sosial masyarakat modern seperti sekarang ini karena banyak aspek hasil kerja dan jenis harta maupun profesi yang seharusnya wajib mengeluarkan zakat tetapi karena konsep fikih yang Jumud, mandek¸ mengakibatkan banyak hal yang tidak tersentuh oleh kewajiban zakat. Misalnya saja zakat badan usaha, zakat profesi, zakat kekayaan intelektal dan keahlian dan lain-lain.
c. Tidak terlaksananya pengelolaan zakat secara professional, terkoordinir dan tepat sasaran. Terutama pada pendistribusian secara tradisional dan sikap kurang percaya pada lembaga amil zakat yang ada.
Di Indonesia, zakat yang diterima oleh Badan Amil Zakat maupun Lembaga Amil Zakat formal sangat tidak seimbang dengan jumlah penduduk muslim yang ada. Penyaluran zakat secara tradisional dari muzakki kepada orang yang dianggap berhak biasanya digunakan untuk meringankan penderitaan masyarakat (contoh zakat fitarh pada fakir miskin), untuk pembangunan dan usaha produktif (membangun tempat ibdah, sekolah, panti asuhan, koperasi, usaha peternakan), untuk memperluas lapangan kerja (diwujudkan alat usaha semisal; mesin jahit, alat tukang), dan digunakan untuk lumbung paceklik (cadangan musim paceklik) tidak sesuai dengan tujuan zakat sebagai dana pengembangan ekonomi umat bila zakat itu selalu berbentuk sumbangan konsumtif yang temporer. Di Indonesia, pemanfaatan zakat oleh masyarakat dikelompokkan menjadi 4 kategori, yaitu:
a. Konsumtif tradisional: zakat dibagikan untuk digunakan oleh mustahiq demi memenuhi kebutuhan konsumtif mereka. Misalnya zakat fitah untuk fakir miskin demi mencukupi kebutuhan pangan mereka.
b. Konsumtif kreatif: zakat diberikan dengan diwujudkan dalam bentuk lain dari barang semula dan diganti bentuk lain yang lebih berhasil guna. Contoh; beasiswa, alat-alat sekolah, dll.
c. Produktif tradisional: zakat diberikan dalam bentuk barang-barang produktif seperti sapi, kambing, kerbau, mesin jahit, alat pertukangan untuk dikelola penerimanya.
d. Produktif kreatif: zakat diberikan dalam bentuk modal yang dapat digunakan untuk membangun proyek sosial atau membantu modal pedagang dan pengusaha kecil.
Pelaksanaan pemungutan zakat yang sesuai dengan tuntunan syariah secara ekonomis dapat menghapus tingkat perbedaan yang mencolok antara kaya-miskin, menciptakan redistribusi yang merata serta mengekang laju inflasi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar