Laman

Selasa, 26 November 2013

TIPOLOGI AKHLAKUL KARIMAH

Sabda Rasulullah SAW :

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال قال رسوالله صلى الله عليه وسلم : اَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ اَيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارَكُمْ خِيَارَكُمْ لْأَهْلِهِ (روه ابو داود و ترمدى)

"Dari Abu Hurairah ra. Berkata : “Telah bersabda Rasulullah SAW, ‘Orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah mereka yang paling baik ahklaknya (budi pekerti luhur). Dan sebaik-baik kamu adalah yang berlaku baik terhadap keluargamu”(HR. Abu Daud dan Tirmizi).

Sikap Terpuji

1. Sabar
Adalah kondisi mental seseorang yang mampu mengendalikan hawa nafsu yang ada di dalam dirinya.
Hikmah orang yang mampu bersikap sabar di antaranya :
a. Hidup lebih tentram karena tidak terpengaruh dengan segala bentuk situasi/ perilaku orang lain yang memancing marah
b. Terhindar dari berbagai penyakit ; stress, tekanan jiwa (depresi), ketakutan dsb, yang bisa mengakibatkan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Jika kita stress maka badan kita akan mudah terserang penyakit
c. Tidak mudaah terjerumus ke dalam hal-hal yang negatif karena memilki kontrol yang baik

Contoh Prilaku sabar yang bisa diteladani :
a. Sabar saat menerima musibah


1
b. Tidak mudah marah saat menemui sesuatu yang tidak berkenan di hati/ saat mendapat perlakuantidak baik dari orang lain
c. Tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan

2. Qana’ah
Sikap rela menerima semua yang telah dikaruniakan oleh Allah SWT, kepada kita, disamping kita mesti bersikap qana’ah, juga harus tetap berusaha sekuat tenaga mendapatkan apa-apa yang kita inginkan.

Orang yang mampu bersikap qana’ah maka hidupnya akan dijalaninya dengan lebih tenang. Hatinya ikhlas menerima semua yang dimiliki. Ia tidak akan menggerutu, menyesali hidup, merasa tidak sempurna, selalu merasa kurang dsb. Ia juga tidak dihantui dengan pikiran-pikiran negatif tentang dirinya.

3. Amanah
Sikap menjaga dan melaksanakan apa yang dipercayakan orang lain. Rasulullah SAW, mendapat gelar al Amin ; orang yang dapat dipercaya, karena beliau mampu menjaga dan melaksanakan amanah.
Hikmah menjalankan sikap Amanah :
a. Terciptanya masyarakat yang adil dan makmur. Semua orang akan menjalankan tugasnya sesuai dengan potensinya
b. Akan dipercaya orang lain. Akan banyak orang yang menaruh kepercayaan padanya.

4. Tawadhu
Adalah rendah hati, yaitu tidak menonjolkan kelebihan yang dimiliki kepada orang lain. Orang yang memiliki sikap tawadhu hidupnya seperti falsafah padi. Dengan sendirinya orang akan merasa segan dan menghormatinya.
Sikap tawadhu yang bisa diterapkan dalam keseharian adalah :
a. Tidak membangga-banggakan diri di depan orang lain
b. Berrsikap sederhana, tidak angkuh dan pamer dengan apa yang kita miliki
c. Menaruh hormat dan berusaha menghargai orang lain sebagaimana menghargai diri sendiri

5. Ikhlas
Kondisi jiwa yang bersih dan tulus tanpa beban dalam melakukan sesuatu.
Sikap ikhlas harus senantiasa diterapklan saat ; beribadah, bekerja, membantu otang lain
dan perbuatan terpuji lainnya. Orang yang bersikap ikhlas akan mendapatkan ketentraman batinm karena semua persoalan dihadapinya dengan hati yang lapangf.

6. Jujur
Artinya adalah apa adanya , tidak menyembunyikan dan tidak berbohong.
Orang yang memiliki sifat jujur dalam hidupnya akan dipercaya orang, tidak khawatir dibohongi.
Contoh perilaku jujur yang bisa diteladani :
a. Menjawab suatu pertanyaan dengan yang sebenarnya
b. Mengakui keterbatasan diri dengan tidak menutup-nutupinya
c. Tidak berlaku curang

7. Hemat
Hidup hemat berarti hidup sederhana Tidak berarti pelit atau kikir, tetapi berusaha mengukur kebutuhan secara tepat dan tidak berlebihan. Ajaran Islam melarang bersifat boros dan berlebihan.
Hikmah hidup hemat :
a. Lebih siap jika sewaktu-waktu membutuhkan uang yang sangat penting
b. Akan menikmati hasilnya dikemudian hari

8. Kasih sayang
MISI KERASULAN MUHAMMAD SAW

QS. Al Maidah : 15-16 :
Hai ahli Kitab, Sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.
(QS. Al Maidah : 15-16).”

Kepribadian Rasulullah sebelum Kenabian

1. Rasulullah SAW berasal dari lingkungan keluarga terhormat dari suku terpandang, yaitu suku Quraisy yang terkenal dengan kewibawaan serta kepemimpinannya.
2. Beliau hidup di tengah-tengah keluarga yang miskin lagi fakir dalam asuhan kakeknya Abdul Muthalib kemudian pamannya Abu Thalib, agar beliau memiliki sifat tawadhu’ dan segala sifat yang baik serta jauh dari sifat yang tercela. Allah SWT berfirman Q.S. Adh Dhuha : 6-8 :

“Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu ? dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk.

1
Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.

3. Beliau tumbuh sebagai seorang yang buta huruf, tak dapat membaca dan menulis. Lalu Allah turunkan Al Qur’an padanya, dengan demikian Allah tetah menutup jalan bagi orang-orang kafir untuk mendustakan Rasulullah SAW. Seandainya beliau dapat membaca dan menulis, niscaya apa yang beliau bawa dari Allah bisa diragukan sebagai dongeng orang-orang yang terdahulu yang beliau baca. Sebagaimana firman Allah SWT. Q.S. Al An Kabuut : 48 :
“Dan kamu tidak pernah membaca sebelumnya (Al Quran) sesuatu Kitabpun dan kamu tidak (pernah) menulis suatu kitab dengan tangan kananmu; andaikata (kamu pernah membaca dan menulis), benar-benar ragulah orang yang mengingkari (mu) (Q.S. Al An Kabuut : 48) “.

Rasulullah SAW bersabda :
مَامِنَ اْلاَنْبِيَاءِ مِنْ نَبِيٍِّ إِلاَّ قَدْ أُعْطِيَ مِنَ اْلآيَاتِ مَا مِثْلُهُ، ﺁمَنَ عَلَيْهِ البَشَرُ وَإنَّمَا كَانَ الَّذِيْ أُوْتِيْتُ وَحْيًا أَوْحَى اللهُ إِلَّيَّ فَأَرْجُوْ أنْ أَكُوْنَ أَكْثَرَهُمْ تَابِعًايَوْمَ الْقِيَامَةِ (رواه البخارى و مسلم)
“Tidak satu nabi pun kecuali telah diberi mu’jizat oleh Allah SWT, karena itu manusia beriman kepada-Nya. Adapun yang diberikan kepadamu adalah wahyu yang Allah telah turunkan kepadaku, maka aku berharap menjadi orang yang paling banyak pengikutnya di antara nabi-nabi pada hari kiamat (HR. Bukhori dan Msulim).”

4. Beliau juga seorang pengembala domba sewaktu kecil di Mekah. Itu
merupakan persiapan sebelum Ia diutus kepada seluruh manusia untuk menunjukkan jalan yang dapat menyelamatkan mereka di dunia dan akherat, dan memperingatkan mereka agar menjauhi hal-hal yang dapat mencelakakan mereka baik di dunia dan di akherat.

PERNIKAHAN DALAM PANDANGAN ISLAM (Risalah Nikah)

Seiring dengan kemajuan manusia modern, yang ditandai dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, nilai-nilai kebenaran yang hakiki semakin tergeser dari kehidupan perilaku modern. Pada akhirnya umat Islam semakin tidak mengerti, memahami, bahkan tidak memperdulikan lagi terhadap syari'at yang mestinya menjadi panutan dan pegangan bagi mereka (umat Islam). Pernikahan yang dalam Islam dianggap sebuah kegiatan yang sakral dan telah diberi rambu-rambunya oleh Allah SWT demi kebaikan manusia itu sendiri, sekarang terasa sekali tidak dilaksanakan sesuai keinginan Allah sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw, bahkan umat Islam malah condong meniru nilai dan perilaku Barat yang kenyataannya adalah tidak sesuai dengan syari'at Islam, atau mungkin dengan cara-cara mengikuti nenek moyang mereka; yang kalau tidak mau dikatakan bid'ah/kurafat, tetapi pada prakteknya banyak yang tidak sesuai dengan syari'at Islam yang sudah jelas dan berpahala serta mengandung keberkahan dari Allah SWT. "Katakanlah (Muhammad), "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku ! niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu" dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Ali Imran (3) : 31). "Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebagian dari orang-orang yang diberikan Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman." (QS. Ali Imran (3) : 100). "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah:"Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (QS. Al Baqarah (2) : 120) "Barang siapa yang membuat-buat dalam urusan (agama) kami ini amalan yang bukan darinya, ia tertolak." (HR. Bukhari dan Muslim). Untuk itu, pada kesempatan yang berbahagia ini, kami mencoba mempersembahkan sebuah risalah tentang pernikahan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Risalah ini hanyalah satu usaha kecil dari sebuah proyek besar dalam penyadaran umat dan memberikan pemahaman yang benar dalam rangka pembinaan umat, sehingga ajaran Islam yang begitu kompleks dan luas tidak lagi asing di tengah-tengah umatnya sendiri, atau bahkan dihujat oleh umat Islam itu sendiri, karena umat yang salah dalam memahami atau mungkin ketidaktahuannya terhadap ajaran (agama)nya sendiri. Kami juga berharap dan memohon agar Bapak/Ibu/Saudara/Saudari yang telah membaca dan memahami risalah ini, agar menularkan pemahamannya kepada saudara dan handai taulan lainnya, agar mereka tidak salah dalam menyikapi sebuah kegiatan yang sebenarnya ada dalam ajaran Islam. Atas semua perhatian dan dukungan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari kami ucapkan terima kasih yang tak terhingga, dan hanya Allah SWT yang dapat membalas dengan balasan yang belipat ganda, amin. "Barangsiapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan yang jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbangdengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). Katakanlah:"Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar; agama Ibrahim yang lurus; dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik". Katakanlah : "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupki dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu baginya;dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (QS. Al An'am (6) : 160 - 163) PERNIKAHAN : ANTARA FITRAH & IBADAH Maha Suci Allah yang telah menciptakan manusia berpasang-pasangan satu dengan yang lainnya, dan menyatukan keduanya dalam taqwa, serta menumbuhkan darinya rasa tenteram dan kasih sayang. Shalawat serta salam semoga selalu allah curahkan kepada teladan umat yang telah mengembalikan harkat manusia kembali pada fitrahnya. Islam sebagai ajaran yang sesuai dengan fitrah, telah mensyari'atkan adanya pernikahan bagi setiap manusia. Dengan pernikahan seseorang dapat memenuhi kebutuhan fitrah insaniyahnya (kemanusiaannya) dengan cara yang benar sebagai suami isteri, lebih jauh lagi mereka akan memperoleh pahala disebabkan telah melaksanakan amal ibadah yang sesuai dengan syari'at Allah SWT. Pernikahan dalam pandangan Islam, bukan hanya sekedar formalisasi hubungan suami isteri, pergantian status, serta upaya pemenuhan kebutuhan fitrah manusia. Pernikahan bukan hanya sekedar upacara sakral yang merupakan bagian dari daur kehidupan manusia. Pernikahan merupakan ibadah yang disyari'atkan oleh Allah SWT melalui Rasul-Nya, maka tidak diragukan lagi pernikahan adalah bukti ketundukan seseorang kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah tidak membiarkan hamba- Nya beribadah dengan caranya sendiri. Allah yang Maha Rahman memberikan tuntunan yang agung untuk melaksanakan ibadah ini, sebagaimana ibadah-ibadah yang lainnya (shalat, puasa, zakat, haji, dsb.). Maka adalah sebuah kecerobohan, bila hamba-Nya yang ingin melaksanakan ibadah yang suci ini (nikah) menodainya dengan bid'ah (yang tidak diajarkan oleh Islam) dan khurafat (hal-hal yang membawa kepada kemusyrikan terhadap Allah), sehingga mencabut status aktivitas itu dari ibadah menjadi mafsadat/dosa. Adalah sebuah kemestian bagi setiap muslim untuk berusaha menyempurnakan ibadahnya semaksimal mungkin, tak terkecuali dengan sebuah proses dan kegiatan pernikahan. Kesemuanya itu dilakukan agar hikmah dan berkah ibadah dari ibadah itu dapat dirahmati oleh Allah Azza wa Jalla. RESEPSI PERNIKAHAN (WALIMAH) Walimah berasal dari kata Al-Walam yang bermakna Al-Jamu' (berkumpul), karena setelah acara tersebut dibolehkan berkumpul suami isteri. Menurut Ibnu Arabi, istilah walimah mengandung makna sempurna dan bersatunya sesuatu. Istilah walimah biasanya dipergunakan untuk istilah perayaan syukuran karena terjadinya peristiwa yang menggembirakan. Lebih lanjut istilah walimah akhirnya dipakai sebagai istilah untuk perayaan syukuran pernikahan. Sebahagian ulama berpendapat, bahwa hukum penyelenggaran walimah itu adalah sunnah muakkadah (dianjurkan) berdasarkan hadits perintah Rasulullah saw kepada Abdurrahman bin Auf. "Selenggarakanlah walimah, walaupun dengan seekor kambing!" ADAB WALIMAH Seperti yang telah diungkap sebelumnya, bahwa pernikahan adalah sebuah acara ritual dan ibadah yang tentu telah diatur oleh Allah SWT lewat Rasul-Nya, maka yang perlu kita perhatikan dalam adab-adab terselenggaranya acara tersebut agar tetap dalam ridho Allah SWT, yaitu : 1. Bertujuan untuk melaksanakan ibadah Tidak dibenarkan melaksanakan walimah dan menghadirinya dengan didasari kepentingan-kepentingan lain selain untuk mencari ridho Allah SWT, karena hanya dengan niat yang ikhlas-lah segala amalan kita mendapat pahala dan ridho Allah, sehingga melahirkan keberkahan dalam meniti kehidupan selanjutnya. "Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang tergantung apa yang ia niatkan..." (HR. Bukhari dan Muslim) 2. Menghindari kemaksiatan Karena ibadah yang satu ini melibatkan pribadi dan orang lain, maka harus sangat diperhatikan beberapa hal yang mungkin dapat menimbulkan kemaksiatan yang sengaja, maupun tanpa sengaja dilakukan oleh pelaksana, maupun undangan yang datang, untuk itu ada beberapa catatan yang harus diperhatikan sehingga kita terbebas dari kemaksiatan kepada Allah; Sang Pencipta kita : a. Jangan melupakan fakir miskin dalam mengundang tamu. "Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah, dimana orang- orang kaya diundang makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang." (HR. Muslim dan Baihaqi) b. Menghindari perbuatan syirik dan khurafat. Dalam masyarakat kita terdapat banyak kebiasaan dan hal-hal yang dilandasi oleh kepercayaan terhadap selain Allah SWT, walaupun sering kita mendengar bahwa hal-hal tersebut hanya perantara, tetapi tetap karena Rasul-Nya tidak mencontohkan, bahkan Allah SWT telah jelas- jelas melarangnya, maka jangan dilaksanakan. "Dan bahwasannya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan." (QS. Al Jin (72) : 6) "Barang siapa mendatangi dukun atau peramal, dan percaya kepada ucapannya, maka ia telah mengkufuri apa yang telah diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw." (HR. Abu Daud) "Barang siapa membatalkan maksud keperluannya karena ramalan hari mujur, maka ia telah syirik kepada Allah." (HR. Ahmad). c. Tidak bercampur baur antara tamu pria dan wanita. Hikmah tidak bercampur baurnya antara tamu pria dan wanita adalah untuk menghindari terjadinya zina mata dan zina hati; dan inilah tindakan preventif (pencegahan) dari perbuatan selanjutnya. "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al Israa' (17) : 32) Katakanlah kepada laki-laki yang beriman:"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman:"Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka.Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera- putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera- putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS. An Nuur (24) : 30 - 31) Perlu diingat menahan sebagian pandangan ini berarti bukan selalu menunduk, tetapi menahan pandangan dari apa-apa yang dilarang oleh Allah SWT untuk dilihat oleh kita. "Dua mata itu bisa berzina, dan zinanya ialah melihat (yang bukan mahramnya)." (HR. Bukhari) Dan salah satu bentuk yang bisa menimbulkan gejolak syahwat dan menghantarkan kepada perzinaan (hati/persetubuhan) adalah berjabat tangan antara orang yang bukan mahramnya. "Barang siapa yang berjabat tangan dengan selain mahramnya maka akan mendapat murka dari Allah Azza wa Jalla." (HR. Ibnu Baabawih) Untuk membantu terlaksananya hal tersebut di atas, maka sangat diperlukan sebuah pelengkap agar kita (para tamu) dapat menjaga pandangan pada apa yang Allah larang; yaitu dengan pemisahan ruangan tamu untuk pria dan wanita atau memakai hijab (tirai) antara tamu wanita dan pria, sebagaimana Rasulullah contohkan pada waktu Rasulullah menikah dengan Zainab binti Jahsyi di Madinah, yang merupakan sebab turunnya surat Al Ahzab atau 53. Hal ini jangan dianggap hal yang mengada-ada dan asing, karena telah dijelaskan di awal, bahwa walimah merupakan sebuah aktifitas dari sekian aktifitas yang termasuk ibadah, maka iapun sama dengan ibadah- ibadah yang lainnya memiliki aturan main; contoh nyata adalah shalat, dimana dalam shalat terjadi pemisahan antara pria dan wanita; juga kegiatan pengajianpun demikian, jadi sangat wajar dan sebuah ajaran dari Allah yang Maha Mengetahui kekurangan dan kelebihan manusia serta mengetahui apa yang terjadi bila manusia hanya berpijak pada prasangka dan keyakinannya; yang pada dasarnya manusia itu makhluk yang lemah dan tidak mengetahui yang ghaib dan akibat dari perbuatannya. Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai. (QS. Ar Ruum (30) : 7) Tetapi orang-orang yang zalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan; maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? Dan tiadalah bagi mereka seorang penolongpun. (QS. Ar Ruum (30) : 29) d. Menghindari hiburan yang merusak nilai ibadah. Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan.Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. (QS. Luqman (31) : 6) e. Menghindari dari perbuatan mubazir. Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan:dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al Israa' (17) : 27) f. Saling menghormati dan berkata yang baik. "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata baik, barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah menghormati tetangganya, barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah menghormati tamunya." (HR. Bukhari dan Muslim) g. Memberikan ucapan selamat dan mendo'akan kedua mempelai. Disunnahkan kita untuk mengucapkan do'a ketika kita berjabat tangan dengan sang pengantin. "Apabila salah seorang saudaramu menikah ucapkanlah : "Baarokallohu laka, wabaaroka 'alaika, wa jama'a bainakuma fii khoir" artinya : "Semoga Allah SWT memberkahimu dan mudah-mudahan Allah mengekalkan berkah atasmu serta menghimpun kalian berdua di dalam kebaikan." (HR. Abu Daud dan Tirmidzi). Atau do'a Rasulullah kepada Ali bin Abi Thalib ketika menikah dengan Fatimah Az-Zahrah (putri Rasulullah) : "Semoga Allah mengimpun yang terserak dari kalian berdua, memberkahi kalian berdua; dan kiranya Allah meningkatkan kualitas keturunannya, menjadikan pembuka rahmat, sumber ilmu dan hikmah, pemberi rasa aman bagi umat." ADAB MAKAN PADA ACARA WALIMAH 1. Tidak berlebih-lebihan "Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (QS. Al A'raaf (7) :31) 2. Menggunakan tangan kanan "Dari Khafsah, bahwasanya Rasulullah telah menggunakan tangan kanan sewaktu makan dan minum serta berpakaian, sedang tangan lainnya untuk selain itu." (HR. Abu Daud) 3. Jangan makan-minum sambil berdiri "Dari Anas, bahwasanya Nabi saw telah melarang seseorang sambil berdiri, Qatadah bertanya kepada Anas : "Bagaimana jika makan sambil berdiri?" jawabnya : "Tentunya yang demikian itu sangat buruk dan jahat." (HR. Muslim) Demikianlah risalah ini kami susun, mudah-mudahan kita dapat memahaminya dengan pemahaman yang benar tanpa dilandasi prasangka buruk dalam mempelajari Al Islam yang sangat sempurna (mencakup segala aspek) dalam ajarannya, sehingga kita dapat mengamalkannya secara konsisten dan konsekuen, amin. ------------------------------------------------------------------ Abu Muhammad Abdullah bin Amr bin Ash ra, berkata, bahwa Rasulullah bersabda : "Tidak beriman seseorang sehingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa." Hadits Shahih dalam kita Al Hujjah "Apapun yang aku larang untuk kalian, jauhilah ! dan apapun yang aku perintahkan untuk kalian lakukan, kerjakanlah semampu kalian ! Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah banyaknya pertanyaan dan perselisihan mereka terhadap nabi-nabi mereka." HR. Bukhari dan Muslim

TATA CARA HAJI

Pertama: Haji adalah salah satu dari lima rukun Islam. Ia wajib dilakukan sekali seumur hidup, berdasarkan firman Allah: "Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji) maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (Ali Imran: 97). Dan berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam: "Islam itu dibangun di atas lima perkara; bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq melainkan Allah dan (bersaksi) bahwa Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa (di bulan) Ramadhan dan menunaikan haji ke Baitullah." (Muttafaq Alaih). Haji diwajibkan dengan lima syarat: 1. Islam. 2.Berakal. 3.Baligh. 4.Merdeka. 5. Mampu. 6. Dan bagi perempuan ditambah dengan satu syarat yaitu adanya mahram yang pergi bersamanya. Sebab haram hukumnya jika ia pergi haji atau safar (bepergian) lainnya tanpa mahram, Syarat kelima yakni mampu, meliputi kemampuan materi dan fisik. Barangsiapa tidak mampu dengan hartanya untuk memenuhi biaya perjalanan, nafkah haji dan sejenisnya maka ia tidak berkewajiban haji. Adapun orang yang mampu secara materil, tetapi tidak mampu secara fisik dan jauh harapan sembuhnya, seperti orang yang sakit menahun, orang yang cacat atau tua renta maka ia harus mewakilkan hajinya kepada orang lain. Dan disyaratkan orang yang mewakilinya sudah haji untuk dirinya sendiri. Kedua: Allah berfirman: "(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimak-lumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan." (Al-Baqarah: 197). Rafats adalah bersetubuh atau yang merangsang kepadanya, berbuat fasik artinya berbuat maksiat, sedang yang dimaksud berbantah-bantahan adalah berbantah-bantahan secara batil atau berbantah-bantahan yang tidak ada manfaatnya, atau yang bahayanya lebih besar dari manfaatnya. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa menunaikan haji sedang ia tidak melakukan rafats dan perbuatan fasik maka ia pulang (haji) sebagaimana hari ketika ia dilahirkan ibunya." (Muttafaq Alaih). "Umrah ke umrah lainnya adalah kaffarah (peng-hapus dosa) antara keduanya, dan haji mabrur tiada lain balasannya selain Surga." (Muttafaq Alaih). Karena itu wahai Saudara Haji, waspadalah dari terperosok ke dalam maksiat, baik yang besar maupun yang kecil. Seperti mengakhirkan shalat dari waktunya, ghibah (menggunjing), namimah (mengadu domba), mencaci dan menghina, mendengarkan nyanyian, men-cukur jenggot, isbal (menurunkan atau memanjangkan pakaian/kain hingga di bawah mata kaki), merokok, melihat kepada yang haram di jalan atau di telivisi. Kemudian bagi wanita, hendaknya menutupi semua tubuhnya dengan hijab syar'i (kain penutup yang di-syari'atkan) serta menjauhkan diri dari memperlihatkan aurat. Dengan banyaknya manusia, desak-desakan dan lelah, terkadang seseorang diuji dengan berbantah-bantahan yang dilarang dalam haji. Misalnya dengan petugas lalu lintas atau sopir mobil umum; ketika berdesak-desakan saat thawaf atau ketika melempar jumrah. Waspadalah dari godaan dan tipu daya setan. Berusahalah untuk selalu bersikap lembut, sabar dan berpaling dari orang-orang bodoh. Usahakan untuk tidak keluar dari lisanmu kecuali ucapan-ucapan yang baik. Ketiga: Ketika haji, sebagian wanita tidak mengenakan jubah wanita dan ia berjalan di antara laki-laki dengan pakaiannya. Terkadang pula ia memakai celana panjang. Ia mengira bahwa hijab itu hanyalah sebatas meletakkan kerudung di atas kepala. Ini adalah pemahaman yang keliru. Lebih parah lagi, sebagian wanita pada hari Raya berhias dan berjalan di depan laki-laki dengan mengenakan pakaian yang indah. Ia mengira bahwa itu adalah bagian dari kegembiraan hari Raya. Ia tidak memahami bahwa perbuatannya itu termasuk kefasikan yang besar dalam ibadah haji. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Aku tidak meninggalkan fitnah setelahku yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada (fitnah) wanita." (Muttafaq Alaih). Sebagian wanita ada juga yang menganggap remeh masalah tidur di tempat-tempat umum yang membuat laki-laki bisa melihat mereka. Adalah wajib bagi wanita muslimah untuk bertaq-wa kepada Allah dan membatasi diri dari laki-laki asing (bukan mahram) dengan mengenakan baju kurung lebar yang tidak ada perhiasannya, sehingga tak kelihatan sesuatu pun dari (anggota badan)nya, baik wajah, tangan atau kakinya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Wanita adalah aurat. Jika ia keluar maka setan mengawasi/mengincarnya." (HR. At-Tirmidzi dengan sanad shahih). Pada asalnya, istisyraf (mengincar) berarti meletakkan telapak tangan di atas alis mata serta mendongakkan kepala untuk melihat. Maknanya sesuai konteks hadits di atas- adalah jika wanita keluar rumah maka setan mengincarnya untuk menggodanya atau menggoda (laki-laki) dengan dirinya. Keempat: Jika seorang muslim melakukan ihram haji atau umrah maka haram atasnya sebelas perkara sampai ia keluar dari ihramnya (tahallul): 1. Mencabut rambut. 2. Menggunting kuku. 3. Memakai wangi-wangian. 4. Membunuh binatang buruan (darat, adapun bina-tang laut maka dibolehkan). 5. Mengenakan pakaian berjahit (bagi laki-laki dan tidak mengapa bagi wanita). Pakaian berjahit adalah pakaian yang membentuk badan, seperti baju, kaos, celana pendek, gamis, celana panjang, kaos tangan dan kaos kaki. Adapun sesuatu yang ada jahitannya tetapi tidak membentuk badan maka hal itu tidak membahayakan muhrim (orang yang sedang ihram), seperti sabuk, jam tangan, sepatu yang ada jahitan-nya dsb. 6. Menutupi kepala atau wajah dengan sesuatu yang menempel (bagi laki-laki), seperti peci, penutup kepala, surban, topi dan yang sejenisnya. Tetapi dibolehkan berteduh di bawah payung, di dalam kemah dan mobil. Juga dibolehkan membawa barang di atas kepala jika tidak dimaksudkan untuk menutupinya. 7. Memakai tutup muka dan kaos tangan (bagi wanita). Tetapi jika di depan laki-laki asing (bukan mahram) maka ia wajib menutupi wajah dan kedua tangannya, namun dengan selain tutup muka (cadar), misalnya dengan menurunkan kerudung ke wajah dan memasukkan tangan ke dalam baju kurung. 8. Melangsungkan pernikahan. 9. Bersetubuh. 10. Bercumbu (bermesraan) dengan syahwat. 11. Mengeluarkan mani dengan onani atau bercumbu. Orang Yang Melakukan Hal-hal Yang Dilarang Memiliki Tiga Keadaan: 1. Ia melakukannya tanpa udzur (alasan), maka ia berdosa dan wajib membayar fidyah (tebusan). 2. Ia melakukannya untuk suatu keperluan, seperti memotong rambut karena sakit. Perbuatannya ter-sebut dibolehkan, tetapi ia wajib membayar fidyah. 3. Ia melakukannya dalam keadaan tidur, lupa, tidak tahu atau dipaksa. Dalam keadaan seperti itu ia tidak berdosa dan tidak wajib membayar fidyah. Jika yang dilanggar itu berupa mencabut rambut, menggunting kuku, memakai wangi-wangian, bercumbu karena syahwat, laki-laki mengenakan kain yang berjahit atau menutupi kepalanya, atau wanita memakai tutup muka (cadar) atau kaos tangan maka fidyah-nya antara tiga hal. Orang yang melakukan pelanggaran itu boleh memilih salah satu daripadanya: 1. Menyembelih kambing (untuk dibagikan kepada orang-orang fakir miskin dan ia tidak boleh memakan sesuatu pun daripadanya). 2. Memberi makan enam orang miskin, masing-masing setengah sha' makanan. (setengah sha' lebih kurang sama dengan 1,25 kg.). 3. Berpuasa selama tiga hari. Dari larangan-larangan di atas, dikecualikan hal-hal berikut ini: 1. Melangsungkan pernikahan, sebab ia hukumnya haram, maka tidak ada fidyah karenanya. 2. Membunuh binatang buruan (darat), sebab ia hukumnya haram, dan terdapat denda jika ia membunuhnya secara sengaja. 3. Bersetubuh (dan ia adalah larangan yang paling besar). Jika ia melakukannya secara sengaja sebelum tahallul pertama, maka ada lima konsekuensi: Berdosa, Hajinya batal. Ia wajib menyempurnakan hajinya. Ia wajib mengulangi (men-qadha') hajinya pada tahun depan. Ia wajib membayar fidyah berupa seekor unta yang disembelih ketika melakukan haji qadha'. Kelima: Haji ada tiga jenis; tamattu', qiran dan ifrad. Yang paling utama adalah haji tamattu', karena perintah Nabi J terhadapnya. Haji tamattu' yaitu ia melakukan ihram dengan niat umrah saja pada bulan haji, setelah selesai melakukannya ia lalu melakukan ihram dengan niat haji pada hari Tarwiyah (tanggal 8 Dzul Hijjah, pen.). Haji ifrad yaitu ia melakukan ihram dengan niat haji saja, ketika sampai di Makkah ia melakukan thawaf qudum, kemudian langsung melakukan sa'i haji setelah thawaf qudum . Haji qiran yaitu ia melakukan ihram dengan niat umrah dan haji sekaligus. Pekerjaan orang yang menunaikan haji qiran sama dengan pekerjaan haji ifrad , kecuali dalam dua hal: 1. Niat. Orang yang melakukan haji ifrad hanya meniatkan haji saja, sedangkan orang yang menunaikan haji qiran meniatkan untuk umrah dan haji (secara bersamaan). 2. Hadyu (menyembelih kurban). Orang yang menunaikan haji qiran wajib menyembelih kurban, sedangkan orang yang menunaikan haji ifrad tidak wajib hadyu (menyembelih kurban

Pendidikan Agama Pada Anak

MEMPERHATIKAN ANAK PADA USIA ENAM TAHUN PERTAMA Periode pertama dalam kehidupan anak (usia enam tahun pertama) merupakan periode yang amat kritis dan paling penting. Periode ini mempunyai pengaruh yang sangat mendalam dalam pembentukan pribadinya. Apapun yang terekam dalam benak anak pada periede ini, nanti akan tampak pengaruh-pengaruhnya dengannyata pada kepribadiannya ketika menjadi dewasa. (Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al Muatstsirat as Salbiyah.) Karena itu, para pendidik perlu memberikan banyak perhatian pada pendidikan anak dalam periode ini. Aspek-aspek yang wajib diperhatikan oleh kedua orangtua dapat kami ringkaskan sebagai berikut: 1. Memberikan kasih sayang yang diperlukan anak dari pihak kedua orangtua, terutama ibu. Ini perlu sekali, agar anak belajar mencintai orang lain. Jika anak tidak merasakan cintakasih ini,maka akan tumbuh mencintai dirinya sendiri saja dan membenci orang disekitamya. "Seorang ibu yang muslimah harus menyadari bahwa tidak ada suatu apapun yang mesti menghalanginya untuk memberikan kepada anak kebutuhan alaminya berupa kasih sayang dan perlindungan. Dia akan merusak seluruh eksistensi anak, jika tidak memberikan haknya dalam perasaan-perasaan ini, yang dikaruniakan Allah dengan rahmat dan hikmah-Nya dalam diri ibu, yang memancar dengan sendirinya untuk memenuhi kebutuhan anak." (Muhammad Quthub,Manhaiut Tarbiyah Al Islamiyah, juz 2.) Maka sang ibu hendaklah senantiasa memperhatikan hal ini dan tidak sibuk dengan kegiatan karir di luar rumah, perselisihan dengan suami atau kesibukan lainnya. 2. Membiasakan anak berdisiplin mulai dari bulan-bulan pertama dari awal kehidupannya. Kami kira, ini bukan sesuatu yang tidak mungkin. Telah terbukti bahwa membiasakan anak untuk menyusu dan buang hajat pada waktu-waktu tertentu dan tetap, sesuatu yang mungkin meskipun melalui usaha yang berulang kali sehingga motorik tubuh akan terbiasa dan terlatih dengan hal ini. Kedisiplinan akan tumbuh dan bertambah sesuai dengan pertumbuhan anak, sehingga mampu untuk mengontrol tuntutan dan kebutuhannya pada masa mendatang. 3. Hendaklah kedua orangtua menjadi teladan yang baik bagi anak dari permulaan kehidupannya. Yaitu dengan menetapi manhaj Islam dalam perilaku mereka secara umum dan dalam pergaulannya dengan anak secara khusus. Jangan mengira karena anak masih kecil dan tidak mengerti apa yang tejadi di sekitarnya, sehingga kedua orangtua melakukan tindakan-tindakan yang salah di hadapannya. Ini mempunyai pengaruh yang besar sekali pada pribadi anak. "Karena kemampuan anak untuk menangkap, dengan sadar atau tidak, adalah besar sekali. Terkadang melebihi apa yang kita duga. Sementara kita melihatnya sebagai makhluk kecil yang tidak tahu dan tidak mengerti. Memang, sekalipun ia tidak mengetahui apa yang dilihatnya, itu semua berpengaruh baginya. Sebab, di sana ada dua alat yang sangat peka sekali dalam diri anak yaitu alat penangkap dan alat peniru, meski kesadarannya mungkin terlambat sedikit atau banyak. Akan tetapi hal ini tidak dapat merubah sesuatu sedikitpun. Anak akan menangkap secara tidak sadar, atau tanpa kesadaran puma, dan akan meniru secara tidak sadar, atau tanpa kesadaran purna, segala yang dilihat atau didengar di sekitamya." (Ibid.) 4. Anak dibiasakan dengan etiket umum yang mesti dilakukan dalam pergaulannya. • Dibiasakan mengambil, memberi, makan dan minum dengan tangan kanan. Jika makan dengan tangan kiri, diperingatkan dan dipindahkan makanannya ke tangan kanannya secara halus. • Dibiasakan mendahulukan bagian kanan dalam berpakaian. Ketika mengenakan kain, baju, atau lainnya memulai dari kanan; dan ketika melepas pakaiannya memulai dari kiri. • Dihindarkan tidak memakai pakaian atau celana yang pendek, agar anak tumbuh dengan kesadaran menutup aurat dan malu membukanya. • Dibiasakan sederhana dalam makan dan minum, dan dijauhkan dari sikap rakus. • Dibiasakan membaca Bismillah ketika hendak makan. • Dididik untuk mendahulukan orang lain dalam makanan atau permainan yang disenangi, dengan dibiasakan agar menghormati saudara-saudaranya, sanak familinya yang masih kecil, dan anak-anak tetangga jika mereka melihatnya sedang menikmati sesuatu makanan atau permainan. • Dibiasakan mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengulanginya berkali-kali setiap hari. • Dibiasakan membaca "AZhamdulillah" jika bersin, dan mengatakan "Yarhamukallah" kepada orang yang bersin jika membaca "Alhamdulillah". • Dibiasakan berterima kasih jika mendapat suatu kebaikan, sekalipun hanya sedikit. • Tidak memanggil ibu dan bapak dengan namanya, tetapi dibiasakan memanggil dengan kata-kata: Ummi (Ibu), dan Abi (Bapak). • Ketika berjalan jangan mendahului kedua orangtua atau siapa yang lebih tua darinya, dan tidak memasuki tempat lebih dahulu dari keduanya untuk menghormati mereka. • Mengucapkan salam dengan sopan kepada orang yang dijumpainya dengan mengatakan "Assalamu 'Alaikum" serta membalas salam orang yang mengucapkannya. • Diajari kata-kata yang benar dan dibiasakan dengan bahasa yang baik. • Dibiasakan menuruti perintah orangtua atau siapa saja yang lebih besar darinya, jika disuruh sesuatu yang diperbolehkan. • Hendaknya kedua orangtua mengucapkan terima kasih kepada anak jika menuruti perintah dan menjauhi larangan. Bisa juga sekali-kali memberikan hadiah yang disenangi berupa makanan, mainan atau diajak jalan-jalan. • Dibiasakan menghormati milik orang lain, dengan tidak mengambil permainan ataupun makanan orang lain, sekalipun permainan atau makanan saudaranya sendiri. MEMPERHATIKAN ANAK PADA USIA SETELAH ENAM TAHUN PERTAMA Pada periode ini anak menjadi lebih siap untuk belajar secara teratur. Ia mau menerima pengarahan lebih banyak, dan lebih bisa menyesuaikan diri dengan teman-teman sepermainannya. Dapat kita katakan, pada periode ini anak lebih mengerti dan lebih semangat untuk belajar dan memperoleh ketrampilan-ketrampilan, karenanya ia bisa diarahkan secara langsung. Oleh sebab itu, masa ini termasuk masa yang paling penting dalam pendidikan dan pengarahan anak. 1. Pengenalan Allah dengan cara yang sederhana. • Bahwa Allah Esa, tiada sekutu bagi-Nya. • Bahwa Dialah Pencipta segala sesuatu. Pencipta langit, bumi, manusia, hewan, pohon-pohonan, sungai dan lain-lainnya. Pendidik dapat memanfaatkan situasi tertentu untuk bertanya kepada anak, misalnya ketika bejalan-jalan di taman atau padang, tentang siapakah Pencipta air, sungai,bumi,pepohonan dan lain-lainnya, untuk menggugah perhatiannya kepada keagungan Allah. • Cinta kepada Allah, dengan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang dikaruniakan Allah untuknya dan untuk keluarganya. Misalnya, anak ditanya: Siapakah yang memberimu pendengaran, penglihatan dan akal? Siapakah yang memberimu kekuatan dan kemampuan untuk bergerak? Siapakah yang memberi rizki dan makanan untukmu dan keluargamu? Demikianlah, ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang nyata dan dianjurkan agar cinta dan syukur kepada Allah atas nikmat yang banyak ini. 2. Pengajaran sebagian hukum yang jelas dan tentang halal-haram. Diajarkan kepada anak menutup aurat, berwudhu, hukum-hukum thaharah (bersuci) dan pelaksanaan shalat. Juga dilarang dari hal-hal yang haram, dusta, adu domba, mencuri dan melihat kepada yang diharamkan Allah. Pokoknya, disuruh menetapi syariat Allah sebagaimana orang dewasa dan dicegah dari apa yang dilarang sebagaimana orang dewasa, sehingga anak akan tumbuh demikian dan menjadi terbiasa. Karena bila semenjak kecil anak dibiasakan dengan sesuatu, maka kalau sudah dewasa akan menjadi kebiasaannya. Agar diupayakan pula pengajaran ilmu pengetahuan kepada anak, sebagaimana kata Sufyan Al Tsauri: "Seorang bapak barns menanamkan ilmu pada anaknya, karena dia pmanggung jawabnya." (Muhammad Hasan Musa, Nuzharul Fudhala' Tahdzib Siar A'lamin Nubala :Juz 1.) 3. Pengajaran baca Al Qur'an. Al Qur'an adalah jalan lurus yang tak mengandung suatu kebatilan apapun. Maka amat baik jika anak dibiasakan membaca Al Qu~an dengan benar, dan diupayakan semaksimalnya agar mengbafal Al Qur'an atau sebagian besar darinya dengan diberi dorongan melalui berbagaicara. Karena itu, kedua orangtua bendaklah berusaha agar putera puterinya masuk pada salah satu sekoiah tahfizh Al Qur'an; kalau tidak bisa, diusahakan masuk pada salah satu halaqah tahfizh. Diriwayatkan Abu Dawud dari Mu'adz bin Anas bahwa Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda:"Barang siapa membaca Al-quran dan mengamalkan kandungan isinya, niscaya Allah pada hari kiamat mengenakan kepada keda orang tuanya sebuah mahkota yang cahayanya lebih indah daripada cahaya matahari di rumah-rumah dunia. Maka apa pendapatmu tentang orang yang mengamalkan hal ini". Para salaf dahulu pun sangat memperhatikan pendidikan tahfizh Al Qur'an bagi anak-anak mereka. Syaikh Yasin bin Yusuf Al Marakisyi menceritakan kepada kita tentang imam AnNawawi, Rahimahullah, katanya: "Aku melihat beliau ketika masih berumur 10 tahun di Nawa. Para anak kecil tidak mau bermain dengannya dan iapun berlari dari mereka seraya menangis, kemudian ia membaca Al Qur'an. Maka tertanamlah dalam hatiku rasa cinta kepadanya. Ketika itu bapaknya menugasinya menjaga toko, tetapi ia tidak mau bejualan dan menyibukkan diri dengan Al Qur'an. Maka aku datangi gurunya dan berpesan kepadanya bahwa anak ini diharapkan akan menjadi orang yang paling alim dan zuhud pada zamannya serta bermanfaat bagi umat manusia. Ia pun berkata kepadaku: Tukang ramalkah Anda? Jawabku: Tidak, tetapi Allah-lah yang membuatku berbicara tentang hal ini. Bapak guru itu kemudian menceritakan kepada orangtuanya, sehingga memperhatikan beliau dengan sungguh-sungguh sampai dapat khatam Al Qur'an ketika menginjak dewasa." 4, Pengajaran hak-hak kedua orangtua, Diajarkan kepada anak untuk bersikap hormat, taat dan berbuat baik kepada kedua orangtua, sehingga terdidik dan terbiasa demikian. Anak sering bersikap durhaka dan melanggar hak-hak orangtua disebabkan karena kurangnya perhatian orangtua dalam mendidik anak dan tidak membiasakannya berbuat kebaikan sejak usia dini. Firman Allah Ta'ala :'Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan beribadah kepada selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesanyangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (Surah Al-Isra': 23-24). 5. Pengenalan tokoh-tokoh teladan yang agung dalam Islam. Tokoh teladan kita yang utama yaitu Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam, kemudian para sahabat yang mulia Radhiallahu 'Anhum dan pengikut mereka dengan baik yang menjadi contoh terindah dalam segala aspek kehidupan. Maka dikenalkan kepada anak tentang mereka, diajarkan sejarah dan kisah mereka supaya meneladani perbuatan agung mereka dan mencontoh sifat baik mereka seperti keberanian, keprajuritan, kejujuran, kesabaran, kemuliaan, keteguhan pada kebenaran dan sifat-sifat lainnya. Kisah atau kejadian yang diceritakan kepada anak hendaklah sesuai dengan tingkat pengertiannya, tidak membosankan, dan difokuskan pada penampilan serta penjelasan aspek-aspek yang baik saja sehingga mudah diterima oleh anak. 6. Pengajaran etiket umum. Seperti etiket mengucapkan salam dan meminta izin, etiket berpakaian, makan dan nninum,etiket berbicara dan bergaul dengan orang lain. Juga diajarkan bagaimana bergaul dengan kedua orangtua, sanak famili yang tua, kolega orangtua, guru-gurunya, kawan-kawannya dan teman sepermainannya. Diajarkan pula mengatur kamamya sendiri, menjaga kebersihan rumah, menyusun alat bermain, bagaimana bermain tanpa mengganggu orang lain dan bagaimana bertingkah laku di masjid dan disekolahan. Pegajaran berbagai hal di atas dan juga lainnya pertama-tama harus bersumber kepada Sunnah Rasulullah , lalu peri kehidupan para salaf yang shaleh, kemudian karya tulis para pakar dalam bidang pendidikan dan tata pergaulan. 7. Pengembangan rasa percaya diri dan tanggung jawab dalam diri anak. Anak-anak sekarang ini adalah pemimpin hari esok. Karena itu, harus dipersiapkan dan dilatih mengemban tanggung jawab dan melaksanakan tugas yang nantinya akan mereka lakukan. Hal itu bisa direalisasikan dalam diri anak melalui pembinaan rasa percaya diri, penghargaan jati dirinya, dan diberikan kepada anak kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya dan apa yang terbetik dalam pikirannya, serta diberikan kepadanya dorongan agar mengerjakan urusannya sendiri, bahkan ditugasi dengan pekejaan rumah tangga yang sesuai untuknya. Misalnya, disuruh untuk membeli beberapa keperluan rumah dari warung terdekat; anak perempuan diberi tugas mencuci piring dan gelas atau mengasuh adik. Pemberian tugas kepada anak ini bertahap sedikit demi sedikit sehingga mereka terbiasa mengemban tanggung jawab dan melaksanakan tugas yang sesuai bagi mereka. Termasuk pemberian tanggung jawab kepada anak, ia harus menanggung resiko perbuatan yang dilakukannya. Maka diajarkan kepada anak bahwa ia bertanggung jawab atas kesalahan yang dilakukannya serta dituntut untuk memperbaiki apa yang telah dirusaknya dan meminta maaf atas kesalahannya. Seorang anak jika terdidik untuk percaya diri akan mampu mengemban tanggung jawab yang besar. Sebagaimana putera-putera para sahabat, mereka berusaha sungguh-sungguh agar dapat ikut bersama para mujahidin Fisabilillah; sampai salah seorang di antara mereka ada yang menangis karena Rasulullah belum mengizinkannya ikut berperang bersama pasukan, tetapi karena simpati terhadapnya beliau pun mengizinkannya; dan akhimya ia termasuk salah satu syuhada dalam peperangan itu. MEMPERHATIKAN. ANAK PADA MASA REMAJA Pada masa ini pertumbuhan jasmani anak menjadi cepat, wawasan akalnya bertambah luas, emosinya menjadi kuat dan semakin keras, serta naluri seksualnya pun mulaibangkit. Masa ini merupakan pendahuluan masa baligh.Karena itu, para pendidik perlu memberikan perhatian terhadap masalah-masalah berikut dalam menghadapi remaja: 1. Hendaknya anak, putera maupun puteri, merasa bahwa dirinya sudah dewasa karena ia sendiri menuntut supaya diperlakukan sebagai orang dewasa, bukan sebagai anak kecil lagi. 2. Diajarkan kepada anak hukum-hukum akilbaligh dan diceritakan kepadanya kisah-kisah yang dapat mengembangkan dalam dirinya sikap takwa dan menjauhkan diri dari hal yang haram. 3. Diberikan dorongan untuk ikut serta melaksanakan tugas-tugas rumah tangga, seperti melakukan pekerjaan yang membuatnya merasa bahwa dia sudah besar. 4. Berupaya mengawasi anak dan menyibukkan waktunya dengan kegiatan yang bermanfaat serta mancarikan teman yang baik.

BERTAWAKKAL KEPADA ALLAH

A. Yang Dimaksud Bertawakkal kepada Allah Para ulama telah menjelaskan makna tawakkal. Di antaranya adalah Imam Al-Ghazali, beliau berkata: "Tawakkal adalah penyandaran hati hanya kepada wakil (yang di-tawakkali) semata." Al-Allamah Al-Manawi berkata: "Tawakkal adalah menampakkan kelemahan serta penyandaran (diri) kepada yang di tawakkali." Menjelaskan makna tawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, Al-Mulla Ali Al-Qori berkata: "Hendaknya kalian ketahui secara yakin bahwa tidak ada yang berbuat dalam alam wujud ini kecuali Allah, dan bahwa setiap yang ada, baik makhluk maupun rizki, pem-berian atau pelarangan, bahaya atau manfaat, kemiskinan atau kekayaan, sakit atau sehat, hidup atau mati dan segala hal yang disebut sebagai sesuatu yang maujud (ada), semua-nya itu adalah dari Allah." B. Bertawakkal kepada Allah Termasuk Kunci Rizki Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Al-Mubarak, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Qhudha'i dan Al-Baghawi meriwayatkan dari Umar bin Khaththab bahwa Rasulullah bersabda: "Sungguh, seandainya kalian bertawakkal kepada Allah sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian akan diberi rizki sebagaimana rizki burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang." Dalam hadits yang mulia ini, Rasulullah yang ber-bicara dengan wahyu menjelaskan, orang yang bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, niscaya dia akan diberi rizki oleh Allah sebagaimana burung-burung diberiNya rizki. Betapa tidak demikian, karena dia telah bertawakkal kepada Dzat Yang Maha Hidup, Yang tidak pernah mati. Karena itu, barangsiapa bertawakkal kepada-Nya, niscaya Allah akan mencukupinya. Allah berfirman: "Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)Nya. Se-sungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu." (Ath-Thalaq: 3). C. Apakah Tawakkal itu Berarti Mening-galkan Usaha? Sebagian orang mukmin ada yang berkata: "Jika orang yang bertawakkal kepada Allah itu akan diberi rizki, maka kenapa kita harus lelah, berusaha dan mencari penghidupan. Bukankah kita cukup duduk-duduk dan bermalasan-malasan, lalu rizki kita datang dari langit?" Perkataan ini sungguh menunjukkan kebodohan orang yang mengucapkan tentang hakikat tawakkal. Nabi kita yang mulia telah menyerupakan orang yang bertawakkal dan di-beri rizki itu dengan burung yang pergi di pagi hari dan pulang pada sore hari, padahal burung itu tidak memiliki sandaran apapun, baik perdagangan, pertanian, pabrik atau pekerjaan tertentu. Ia keluar berbekal tawakkal kepada Allah Yang Maha Esa dan Yang kepadanya tempat bergantung. Dan sungguh para ulama –semoga Allah membalas mereka dengan sebaik-baik kebaikan– telah memperingatkan masa-lah ini. Di antaranya adalah Imam Ahmad, beliau berkata: " Dalam hadits tersebut tidak ada isyarat yang membolehkan untuk meninggalkan usaha, sebaliknya justru di dalamnya ada isyarat yang menunjukkan perlunya mencari rizki. Jadi maksud hadits tersebut, bahwa seandainya mereka berta-wakkal kepada Allah dalam kepergian, kedatangan dan usa-ha mereka, dan mereka mengetahui kebaikan (rizki) itu di TanganNya, tentu mereka tidak akan pulang kecuali dalam keadaan mendapatkan harta dengan selamat, sebagaimana burung-burung tersebut." Imam Ahmad pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang hanya duduk di rumah atau masjid seraya berkata, 'Aku tidak mau bekerja sedikit pun, sampai rizkiku datang sendiri'. Maka beliau berkata, Ia adalah laki-laki yang tidak mengenal ilmu. Sungguh Nabi bersabda: "Sesungguhnya Allah telah menjadikan rizkiku melalui panahku." Dan beliau bersabda:"Sekiranya kalian bertawakkal kepada Allah dengan se-benar-benar tawakkal, niscaya Allah memberimu rizki sebagaimana yang diberikanNya kepada burung-burung berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang." Dalam hadits tersebut dikatakan, burung-burung itu berangkat pagi-pagi dan pulang sore hari dalam rangka men-cari rizki. Selanjutnya Imam Ahmad berkata: "Para Sahabat berda-gang dan bekerja dengan pohon kurmanya. Dan mereka itu-lah teladan kita". Syaikh Abu Hamid berkata: "Barangkali ada yang mengi-ra bahwa makna tawakkal adalah , meninggalkan pekerjaan secara fisik, meninggalkan perencanaan dengan akal serta menjatuhkan diri di atas tanah seperti sobekan kain yang di-lemparkan, atau seperti daging di atas landasan tempat me-motong daging. Ini adalah sangkaan orang-orang bodoh. Semua itu adalah haram menurut hukum syari'at. Sedangkan syari'at memuji orang yang bertawakkal. Lalu, bagaimana mungkin sesuatu derajat ketinggian dalam agama dapat di-peroleh dengan hal-hal yang dilarang oleh agama pula? Hakikat yang sesungguhnya dalam hal ini dapat kita kata-kan, "Sesungguhnya pengaruh bertawakkal itu tampak da-lam gerak dan usaha hamba ketika bekerja untuk mencapai tujuan-tujuannya". Imam Abul Qosim Al-Qusyairi berkata: "Ketahuilah se-sungguhnya tawakkal itu letaknya di dalam hati. Adapun gerak secara lahiriah hal itu tidak bertentangan dengan ta-wakkal yang ada di dalam hati setelah seorang hamba me-yakini bahwa rizki itu datangnya dari Allah. Jika terdapat kesulitan, maka hal itu adalah karena taqdirNya, dan jika terdapat kemudahan maka hal itu karena kemudahan dariNya." Di antara yang menunjukkan bahwa tawakkal kepada Allah tidaklah berarti meninggalkan usaha adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban dan Imam Al-Hakim dari Ja'far bin Amr bin Umayah dari ayahnya , ia berkata: "Seseorang berkata kepada Nabi , Aku lepaskan unta-ku dan (lalu) aku bertawakkal?' Nabi bersabda: 'Ikatlah kemudian bertawakkallah'." Dan dalam riwayat Al-Qudha'i disebutkan:"Amr bin Umayah berkata: 'Aku bertanya,'Wahai Rasulullah, Apakah aku ikat dahulu (tunggangan)ku lalu aku bertawakkal kepada Allah, atau aku lepaskan begitu saja lalu aku bertawakkal?' Beliau menjawab, 'Ikatlah kendaran (unta)mu lalu bertawakkallah'." Kesimpulan dari pembahasan ini adalah bahwa tawakkal tidaklah berarti meninggalkan usaha. Dan sungguh setiap muslim wajib berpayah-payah, bersungguh-sungguh dan berusaha untuk mendapatkan penghidupan. Hanya saja ia tidak boleh menyandarkan diri pada kelelahan, kerja keras dan usahanya, tetapi ia harus meyakini bahwa segala urusan adalah milik Allah, dan bahwa rizki itu hanyalah dari Dia semata.

TAQWA PADA ALLAH

A. MAKNA TAQWA Para ulama telah menjelaskan apa yang dimaksud dengan taqwa. Di antaranya, Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani mendefinisikan: "Taqwa yaitu menjaga jiwa dari perbuatan yang membuatnya berdosa, dan itu dengan meninggalkan apa yang dilarang, menjadi sempurna dengan meninggalkan sebagian yang dihalalkan". Sedangkan Imam An-Nawawi mendefinisikan taqwa dengan "Mentaati perintah dan laranganNya." Maksudnya, menjaga diri dari kemurkaan dan adzab Allah . Hal itu sebagaimana didefinisikan oleh Imam Al-Jurjani "Taqwa yaitu menjaga diri dari pekerjaan yang mengakibatkan siksa, baik dengan melakukan perbuatan atau meninggalkannya." Karena itu, siapa yang tidak menjaga dirinya, dari perbuatan dosa, berarti dia bukanlah orang bertaqwa. Maka orang yang melihat dengan kedua matanya apa yang diharamkan Allah, atau mendengarkan dengan kedua telinganya apa yang dimurkai Allah, atau mengambil dengan kedua tangan-nya apa yang tidak diridhai Allah, atau berjalan ke tempat yang dikutuk Allah, berarti tidak menjaga dirinya dari dosa. Jadi, orang yang membangkang perintah Allah serta me-lakukan apa yang dilarangNya, dia bukanlah termasuk orang-orang yang bertaqwa. Orang yang menceburkan diri ke dalam maksiat sehingga ia pantas mendapat murka dan siksa dari Allah, maka ia telah mengeluarkan dirinya dari barisan orang-orang yang bertaqwa. B. TAQWA TERMASUK KUNCI RIZKI Beberapa nash yang menunjukkan bahwa taqwa termasuk di antara sebab rizki, Di antaranya: 1. Firman Allah: "Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan memberi-nya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya." (Ath-Thalaq: 2-3). Dalam ayat di atas, Allah menjelaskan bahwa orang yang merealisasikan taqwa akan dibalas Allah dengan dua hal. Pertama, "Allah akan mengadakan jalan keluar baginya." Artinya, Allah akan menyelamatkannya –sebagaimana dikatakan Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu – dari setiap kesusahan dunia maupun akhirat. Kedua, "Allah akan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka." Artinya, Allah akan memberi-nya rizki yang tak pernah ia harapkan dan angankan. Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan: "Maknanya, barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah de-ngan melakukan apa yang diperintahkanNya dan meninggalkan apa yang dilarangNya, niscaya Allah akan memberinya jalan keluar serta rizki dari arah yang tidak disangka-sangka, yakni dari arah yang tidak pernah terlintas dalam benaknya," 2. Ayat lainnya adalah firman Allah: "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada me-reka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendus-takan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka di-sebabkan perbuatan mereka sendiri". (Al-A'raf: 96). Dalam ayat yang mulia ini Allah menjelaskan, seandainya penduduk negeri-negeri merealisasikan dua hal, yakni iman dan taqwa, niscaya Allah akan melapangkan kebaikan (kekayaan) untuk mereka dan memudahkan mereka menda-patkannya dari segala arah. Janji Allah yang terdapat dalam ayat yang mulia tersebut terhadap orang-orang beriman dan bertaqwa mengandung beberapa hal, di antaranya: a. Janji Allah untuk membuka " " (keberkahan) bagi mereka. "" adalah bentuk jama' dari " " Imam Al-Baghawi berkata, Ia berarti mengerjakan sesuatu secara terus menerus. Atau seperti kata Imam Al-Khazin, "Tetapnya suatu kebaikan Tuhan atas sesuatu." Jadi, yang dapat disimpulkan dari makna kalimat " " adalah bahwa apa yang diberikan Allah disebabkan oleh keimanan dan ketaqwaan mereka merupakan kebaikan yang terus menerus, tidak ada keburukan atau konsekuensi apa pun atas mereka sesudahnya. Tentang hal ini, Sayid Muhammad Rasyid Ridha berkata: "Adapun orang-orang beriman maka apa yang dibukakan untuk mereka adalah berupa berkah dan kenikmatan. Dan untuk hal itu, mereka senantiasa bersyukur kepada Allah, ridha terhadapNya dan mengharapkan karuniaNya. Lalu mereka menggunakannya di jalan kebaikan, bukan jalan keburukan, untuk perbaikan bukan untuk merusak. Sehingga balasan bagi mereka dari Allah adalah ditambahnya berbagai kenikmatan di dunia dan pahala yang baik di akhirat." b. Kata berkah disebutkan dalam bentuk jama' sebagai-mana firman Allah: "Pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berbagai berkah." Ayat ini, sebagaimana disebutkan Syaikh Ibnu Asyur untuk menunjukan banyaknya berkah sesuai dengan banyaknya sesuatu yang diberkahi. c. Allah berfirman: "Berbagai keberkahan dari langit dan bumi". Menurut Imam Ar-Razi, maksudnya adalah keberkahan langit dengan turunnya hujan, keberkahan bumi dengan tumbuhnya berba-gai tanaman dan buah-buahan, banyaknya hewan ternak dan gembalaan serta diperolehnya keamanan dan keselamatan. Hal ini karena langit adalah laksana ayah, dan bumi laksana Ibu. Dari keduanya diperoleh semua bentuk manfaat dan kebaikan berdasarkan penciptaan dan pengurusan Allah ." 3. Ayat lainnya adalah firman Allah: "Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan (Al-Qur'an) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. Diantara mereka ada golongan pertengah-an. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka". (Al-Ma'idah: 66). Allah mengabarkan tentang Ahli Kitab, 'Bahwa seandainya mereka mengamalkan apa yang ada di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur'an –demikian seperti dikatakan oleh Abdullah bin Abbas c dalam menafsirkan ayat terse-but,– niscaya Allah memperbanyak rizki yang diturunkan kepada mereka dari langit dan yang tumbuh untuk mereka dari bumi. Syaikh Yahya bin Umar Al-Andalusi berkata: "Allah menghendaki –wallahu a'lam– bahwa seandainya mereka mengamalkan apa yang diturunkan di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur'an, niscaya mereka memakan dari atas dan dari bawah kaki mereka. Maknanya –wallahu'alam–, niscaya mereka diberi kelapangan dan kesempurnaan nikmat du-nia," Sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat di atas, Allah menjadikan ketaqwaan di antara sebab-sebab rizki dan men-janjikan untuk menambahnya bagi orang yang bersyukur. Allah berfirman: "Jika kalian bersyukur, niscaya Aku tambahkan nikmat-Ku atasmu." (Ibrahim: 7). Karena itu, setiap orang yang menginginkan keluasan rizki dan kemakmuran hidup, hendaknya ia menjaga dirinya dari segala dosa. Hendaknya ia menta'ati perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-laranganNya. Juga hendaknya ia menjaga diri dari yang menyebabkan berhak mendapat siksa, seperti melakukan kemungkaran atau meninggalkan kebaikan.

ISTIGHFAR DAN TAUBAT

A. Hakikat Istighfar dan Taubat Sebagian besar orang menyangka bahwa istighfar dan taubat hanyalah cukup dengan lisan semata. Sebagian mere-ka mengucapkan, "Aku memohon ampunan kepada Allah dan bertaubat ke-padaNya" Tetapi kalimat-kalimat di atas tidak membekas di dalam hati, juga tidak berpengaruh dalam perbuatan anggota badan. Sesungguhnya istighfar dan taubat jenis ini adalah perbuatan orang-orang dusta. Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani menerangkan: "Dalam istilah syara', taubat adalah meninggalkan dosa karena ke-burukannya, menyesali dosa yang telah dilakukan, berkeinginan kuat untuk tidak mengulanginya dan berusaha mela-kukan apa yang bisa diulangi (diganti). Jika keempat hal itu telah terpenuhi berarti syarat taubatnya telah sempurna" Imam An-Nawawi dengan redaksionalnya sendiri menjelaskan: "Para ulama berkata, 'Bertaubat dari setiap dosa hukumnya adalah wajib. Jika maksiat (dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga. Pertama, hendaknya ia menjauhi maksiat tersebut. Kedua, ia harus menyesali perbuatan (maksiat)nya. Ketiga, ia harus berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi. Jika salah satunya hilang, maka taubatnya tidak sah. Jika taubat itu berkaitan dengan manusia maka syaratnya ada empat. Ketiga syarat di atas dan keempat, hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi) hak orang tersebut. Jika berbentuk harta benda atau sejenisnya maka ia harus mengembalikannya. Jika berupa had (hukuman) tuduhan atau seje-nisnya maka ia harus memberinya kesempatan untuk membalasnya atau meminta maaf kepadanya. Jika berupa ghibah (menggunjing), maka ia harus meminta maaf." Adapun istighfar, sebagaimana diterangkan Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani adalah "Meminta (ampunan) dengan ucapan dan perbuatan. Dan firman Allah: "Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun." (Nuh: 10). Tidaklah berarti bahwa mereka diperintahkan meminta ampun hanya dengan lisan semata, tetapi dengan lisan dan perbuatan. Bahkan hingga dikatakan, memohon ampun (istighfar) hanya dengan lisan saja tanpa disertai perbuatan adalah pekerjaan para pendusta. B. Dalil Syar'i Bahwa Istighfar dan Taubat Termasuk Kunci Rizki 1. Apa yang disebutkan Allah tentang Nuh yang berkata kepada kaumnya : "Maka aku katakan kepada mereka, 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu', sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai'." (Nuh: 10-12). Ayat-ayat di atas menerangkan cara mendapatkan hal-hal berikut dengan istighfar. a. Ampunan Allah terhadap dosa-dosanya. Berdasarkan fir-manNya: "Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun." b. Diturunkannya hujan yang lebat oleh Allah. Ibnu Abbas radhiallaahu anhu berkata " " adalah (hujan) yang turun dengan deras. c. Allah akan membanyakkan harta dan anak-anak. Dalam menafsirkan ayat:Atha' berkata: "Niscaya Allah akan membanyakkan harta dan anak-anak kalian". d. Allah akan menjadikan untuknya kebun-kebun. e. Allah akan menjadikan untuknya sungai-sungai. Imam Al-Qurthubi berkata: "Dalam ayat ini, juga disebutkan dalam (surat Hud) adalah dalil yang menunjukkan bah-wa istighfar merupakan salah satu sarana meminta ditu-runkannya rizki dan hujan." Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata: "Makna-nya, jika kalian bertaubat kepada Allah, meminta ampun kepadaNya dan kalian senantiasa mentaatiNya niscaya Ia akan membanyakkan rizki kalian dan menurunkan air hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan untuk kalian berkah dari bumi, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan untuk kalian, melimpahkan air susu perahan untuk kalian, mem-banyakkan harta dan anak-anak untuk kalian, menjadikan kebun-kebun yang di dalamnya bermacam-macam buah-buahan untuk kalian serta mengalirkan sungai-sungai di antara kebun-kebun itu (untuk kalian)." 2. Ayat lain adalah firman Allah yang menceritakan tentang seruan Hud kepada kaumnya agar beristighfar. "Dan (Hud berkata), 'Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepadaNya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat lebat atasmu dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa'." (Hud:52). Al-Hafizh Ibnu katsir dalam menafsirkan ayat yang mulia di atas menyatakan: "Kemudian Hud memerintahkan kaumnya untuk beristighfar yang dengannya dosa-dosa yang lalu dapat dihapuskan, kemudian memerintahkan mereka bertaubat untuk masa yang akan mereka hadapi. Barangsiapa memiliki sifat seperti ini, niscaya Allah akan memudahkan rizkinya, melancarkan urusannya dan menjaga keadaannya. Karena itu Allah berfirman: "Niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat lebat atas-mu". Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang memiliki sifat taubat dan istighfar, dan mudahkanlah rizki-rizki kami, lancarkanlah urusan-urusan kami serta jagalah keadaan kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa. Amin, wahai Dzat Yang Memiliki keagungan dan kemuliaan. 3. Ayat yang lain adalah firman Allah: "Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepadaNya. (jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan, dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari Kiamat." (Hud: 3). Pada ayat yang mulia di atas, terdapat janji dari Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Menentukan berupa kenikmatan yang baik kepada orang yang beristighfar dan bertaubat. Dan maksud dari firmanNya: "Niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepadamu." Sebagaimana dikatakan oleh Abdullah bin Abbas adalah, "Ia akan menganugerahi rizki dan kelapangan kepada kalian". Sedangkan Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan: "Inilah buah dari istighfar dan taubat. Yakni Allah akan memberi kenikmatan kepada kalian dengan berbagai manfaat berupa kelapangan rizki dan kemakmuran hidup serta Ia tidak akan menyiksa kalian sebagaimana yang dilakukanNya terhadap orang-orang yang dibinasakan sebelum kalian. Dan janji Tuhan Yang Maha Mulia itu diutarakan dalam bentuk pemberian balasan sesuai dengan syaratnya. Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi berkata: "Ayat yang mulia tersebut menunjukkan bahwa beristighfar dan ber-taubat kepada Allah dari dosa-dosa adalah sebab sehingga Allah menganugerahkan kenikmatan yang baik kepada orang yang melakukannya sampai pada waktu yang ditentu-kan. Allah memberikan balasan (yang baik) atas istighfar dan taubat itu dengan balasan berdasarkan syarat yang ditetapkan".

QURBAN DAN HIKMAHNYA

TA’RIF Berasal dari kata AL UDHIYYAH atau ADHIYYAH, yakni nama binatang sembelihan, seperti Unta, Sapi, Kambing dan Kerbau yang disembelih pada Idul Adha dan hari-hari Tasyriq, dengan niat taqorrub kepada Allah SWT. SEJARAH 1. Zaman Nabi Adam A.S., Surat Al Maidah/5 : 27-32. 2. Zaman Nabi Ibrahim A.S., Surat Ash Shoffaat/37 : 100-113. DASAR HUKUM a. Surat Al Kautsar/108 dan Surat Al Hajj/22 : 36. b. Sabda Rasulullah SAW., : “Tidak ada suatu amalanpun yang dilakukan oleh manusia pada Hari Raya Qurban lebih dicintai Allah selain menyembelih Hewan Qurban. Sesungguhnya hewan itu kelak di Hari Kiamat akan datang beserta tanduk-tanduknya, bulu-bulunya dan kuku-kukunya, dan sesunguhnya sebelum darah itu menyentuh tanah, ia (pahalanya) telah diterima di sisi Allah, maka beruntunglah kalian semua dengan pahala Qurban itu” (H.R. Turmudzi dari Aisyah r.a.). HUKUM QURBAN Ulama berbeda pendapat dalam menentukan hukum Qurban, sebagian menyatakan bahwa hukum Qurban itu wajib, berdasarkan Firman Allah SWT., : “Sesungguhnya Kami telah memberi engkau (Muhammad) akan kebaikan yang banyak. Oleh karena itu, shalatlah dan sembelihlah Qurbanmu” (Al Kautsar/108 : 2). Dalam ayat tersebut, terdapat kalimat WANHAR yang bentuknya AMAR = perintah. Qo’idah Ushul Fikih menyetakan : “Pada asalnya perintah itu menunjukkan pada hukum wajib”. Ulama yang lain berpendapat bahwa hukum Qurban adalah sunnah, berdasarkan pada hadits Rasulullah SAW., : “Ditetapkan kepadaku berqurban, tetapi tidak wajib bagi kalian” (H.R. Daro Quthni). BINATANG YANG LAIK UNTUK QURBAN Dilihat dari segi fisiknya, binatang itu sehat. Rasulullah SAW., bersabda : أَرْبَعٌ لاَتَجْزِئُ فِيْ الْاَضَاحِيْ : اَلْعُوْرَاءُ الْبَيِّنُ عُوْرُهَا، وَالْمَرِيْضَةُ الْبَيِّنَةُ مَرَضُهَا، وَالْعَرْجَاءُ عَرَجُهَا، وَالْعُجْفَاءُ الَّتِيْ لاَتُنْقِيْ (رواه احمد والترمذي) Artinya : “Dari Barra’ Bin Azib, Rasulullah SAW., bersabda : “Empat macam binatang tidak layak dijadikan Qurban, yakni : 1. Binatang yang rusak matanya, 2. Sakit, 3. Pincang, dan 4. Kurus dan tidak bergajih lagi” (H.R. Ahmad dishohihkan oleh Turmudzi).. Dari segi umurnya, jenis binatang : berdasarkan hadits dari sahabat Jabir riwayat Imam Muslim : 1. Kambing MUSINNAH (yang telah berganti gigi) atau JADZ’AH, kambing biri-biri berumur satu tahun lebih. 2. Unta dan Sapi “Kami telah menyembelih binatang Qurban bersama Rasulullah SAW., pada tahun Hudaibiyah, seekor Unta untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang” (HR. Muslim). Kerbau dianalogkan dengan Sapi dan Unta. WAKTU MENYEMBELIH Rasulullah SAW., bersabda : مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلاَةِ فَإِنَّمَا يَذْبَحُ لِنَفْسِهِ، وَمَنْ ذَبَحَ بَعدَ الصَّلاَةِ وَالْخُطْبَيْنِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكَهُ وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِيْنَ (رواه البخاري) Artinya : “Barangsiapa menyembelih Qurban sebelum shalat (Idul Adha), maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa menyembelih Qurban setelah shalat Hari Raya Idul Adha dan Dua Khutbah, maka sesungguhnya ia telah menyempurnakan ibadahnya dan telah menjalani aturan Islam” (H.R. Bukhori). Dan كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيْقِ ذَيْحٌ (رواه احمد) Artinya : “Semua Hari Tasyriq adalah waktu menyembelih Qurban” (H.R. Ahmad). SUNNAH KETIKA MENYEMBELIH 1. Membaca Basmalah 2. Membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW. 3. Membaca Takbir. 4. Menyebutkan nama orang yang berqurban. 5. Mendo’akan orang yang berqurban. أَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَاَلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ (رواه احمد ومسلم) Artinya : “Ketika Rasulullah SAW., berqurban membaca : “Ya Allah, terimalah qurban dari Muhammad, keluarga Muhammad dan umat Muhammad” (H.R. Ahmad-Muslim). 6. Binatang yang disembelih dihadapkan ke arah kiblat. MENJUAL DAGING QURBAN Rasulullah SAW bersabda : لاَتَبِيْعُوْا الْحُوْمَ الْهَدْيِ وَالْأَضَاحِيْ وَكُلُوْا وَتَصَدَّقُوْاوَسْتَمْتِعُوْا بِجُلُوْدِهَا وَلاَ تَبِيْعُوْهَا (رواه احمد) Artinya : “Janganlah kamu jual daging denda (dam) dan daging qurban, makanlah dan sedekahkanlah dagingnya itu, ambillah manfaat kulitnya, jangan dijual” (H.R. Ahmad). HIKMAH Dari ibadah qurban, banyak sekali hikmah yang dapat kita gali, antara lain : 1. Agar manusia secara berangsur-angsur mengurangi cinta dunia (Surat At Taubah/9 : 24). 2. Agar manusia mengendalikan nafsu (Surat Yusuf/12 : 53). 3. Pemerataan gizi terhadap sesama umat manusia. 4. Agar manusia memposisikan diri sebagai orang yang berqurban, bukan menjadi obyek qurban. 5. Agar manusia senantiasa rela menyerahkan apa saja yang menjadi miliknya, karena memenuhi perintah Allah SWT.

PANDUAN SHALAT BERJAMA’AH

I. DASAR HUKUM Firman Allah SWT., : (النسأء/4 : 102) Artinya : “Apabila engkau (Rasulullah SAW.) beserta mereka dalam perjalanan, sedang engkau bermaksud akan shalat dengan mereka, maka hendaklah sebagian dari mereka berdiri untuk shalat beserta engkau” (QS. An Nisa’/4 : 102). Sabda Rasulullah SAW., : صَلاَةُ الْجَمَاعَةَ تَفْضُلُ عََلَي صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ دَرَجَةً (رواه البخاري و مسلم) Artinya : “Shalat berjama’ah itu lebih utama daripada shalat sendirian sebanyak 27 derajat” (HR. Bukhori-Muslim). II. SIAPA YANG BERHAK MENJADI IMAM? Dalam sebuah hadits yang bersumber dari UQBAH Bin AMAR, diriwayatkan oleh IMAM AHMAD dan IMAM MUSLIM, Rasulullah SAW., bersabda, yang artinya : “Yang jadi imam di antara mereka adalah : Orang yang terbaik bacaan al-Qur’annya”. Bila di antara mereka sama dalam bidang al-Qur’annya, maka mereka yang pandai dalam sunnahnya. Kalau dalam sunnah mereka sama, maka mereka yang paling dulu hijrah. Bila dalam hijrah mereka sama, maka yang paling tua umurnya. Janganlah seorang lelaki diimami lelaki lain di tempat kekuasaannya, janganlah seseorang duduk di rumah orang lain di atas tikarnya, melainkan dengan ijn tuan rumah”. III. SYARAT SAH BERMAKMUM 1. Berniat menjadi makmum Sabda Rasulullah SAW., : “Sesungguhnya segala amal tergantung niatnya” (HR. Bukhori). Dalam segala macam jama’ah shalat, makmum wajib berniat makmum, sedangkan imam tidak wajib berniat menjadi imam. Hanya menjadi imam shalat jama’ah saja, imam yang wajib berniat menjadi imam. 2. Makmum hendaklah mengikuti imam dalam segala gerakannya, kecuali gerakan yang salah. Sabda Rasulullah SAW., : “Imam itu dijadikan untuk diikuti. Bila imam bertakbir, takbirlah kamu, janganlah engkau takbir sebelum imam takbir. Ketika imam ruku’, ruku’lah kamu, janganlah engkau ruku’ sebelum imam ruku’. Bila imam sujud, sujudlah kamu, janganlah engkau sujud sebelum imam sujud” (HR. Ahmad dan Abi Dawud). 3. Mengetahui Gerak-Gerik Imam Makmum sah mengikuti imam walaupun di antara keduanya terdapat tabir yang menutupi, asal saja makmum dapat mengetahui gerak-gerik imam atau dapat mendengar suaranya. Para ulama sepakat bahwa bermakmum lewat radio tidak sah (Fiqhus Sunnah I/203). 4. Di Belakang Imam Tempat berdiri makmum harus berada di belakang imam. Tidak sah jama’ahnya bila makmum tempat berdirinya lebih dekat Ka’bah dari imamnya. 5. Sama Teknis Pelaksanaannya Antara imam dan makmum harus dalam melaksanakan shalat yang teknis pelaksanaannya sama. Misalnya tidak boleh shalat fardhu bermakmum dengan imam Shalat Jenazah, Shalat Gerhana dan lain sebagainya. IV. SUSUNAN MAKMUM 1. Bila makmum hanya seorang, hendaklah berdiri di kanan imam agak belakang. Bila kemudian datang orang lagi, hendaklah berdiri di sebelah kiri imam agak belakang. Bila kemudian datang orang lagi, berdiri di belakang imam, jaraknya cukup untuk sujud. Kemudian dua orang makmum yang berada di kiri dan kanan mundur meluruskan shafnya dengan orang yang datang paling akhir tadi. 2. Jama’ahnya Banyak. Bila jama’ahnya banyak, susunannya lelaki paling depan, kemudian anak-anak dan paling belakang wanita. 3. Jenis Kelamin Sabda Rasulullah SAW., : لاَ تَؤُمَّنَّ امْرَأَةٌ رَجُلاً Artinya : “Janganlah perempuan menjadi imam jama’ah pria” (HR. Ibnu Majah). 4. Berkelamin Ganda Pria atau lelaki tidak boleh bermakmum kepada orang yang kelaminnya ganda. Hal ini bila kedua kelaminnya berfungsi sama. Tetapi bila sudah bisa ditentukan mana yang berfungsi, maka dikembalikan kepada kenyataannya, pria atau wanita. V. MUWAFIQ DAN MASBUQ Muwafiq ialah makmum yang dapat menyelesaikan bacaan Fatihah bersama imam pada rakaat pertama. Masbuq adalah makmum yang tidak dapat menyelesaikan bacaan Fatihah bersama imam pada rakaat pertama. Bila masbuq dapat mendapatkan ruku’ yang sempurna bersama imam, maka itu dinilai mendapat satu rakaat berjama’ah. Tetapi kalau tidak mendapatkan ruku’ yang sempurna bersama imam, ia tidak dihitung satu rakaat. Rasulullah SAW., bersabda : اِذَا جَاءَ اَحَدُكُمُ الصَّلاَةَ وَنَحْنُ سُجُوْدٌ فَاسْجُدُوْا وَلاَتَعُدُّوْهَاَشِيْئًا. وَمَنْ اَدْرَكَ الرُّكُوْعَ فَقَدْ اَدْرَكَ الرَّكْعَةَ (رواه ابو داود) Artinya : “Apabila kalian datang shalat kami sedang sujud, sujudlah kamu tetapi tidak dihitung satu rakaat. Barang siapa mendapatkan ruku’ imam, berarti mendapat satu rakaat” (HR. Abu Dawud). Bila makmum belum membaca Fatihah kemudian ruku’ bersama imam, bagaimana bacaan Fatihahnya? Rasulullah SAW., memberikan penjelasan : اَلْاِمَامُ ضَامِنٌ فَاِنْ اَحْسَنَ فَلَهُ وَلَهُمْ، وَاِنْ اَسَاءَ فَعَلَيْهِ : يَعْنِيْ وَلاَ عِلَيْهِمْ (رواه ابن ماجه) Artinya : “Imam adalah penanggung jawab. Jika yang dilakukan itu betul, maka untungnya baginya dan bagi makmumnya. Tetapi bila ia salah, maka tidak dipikulkan kepadanya. Yakni tidak dipikulkan kepada makmumnya” (HR. Ibnu Majah). VI. HAL-HAL LAIN 1. Jama’ah semakin banyak semakin tambah baik. (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Nasa’i dari Ubayyi Ka’ab). 2. Sebaiknya imam tidak terlalu cepat atau terlalu lambat dalam mengimami shalat. Kecuali shalat sendiri, lebih panjang dipersilahkan (HR. Bukhori-Muslim). 3. Sebelum memulai shalat, hendaklah imam menghadap ke jama’ah dan menata shaf jama’ah dengan ucapan : تَرَاصُّوْا وَاعْتَدْلُوْا Artinya : “Rapatkan barisanmu dan ratakan” (HR. Bukhori-Muslim). سُوُّوْا صُفُوْفَكُمْ فَاِنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلاَةِ Artinya : “Ratakan shaf kalian, sesungguhnya merapatkan shafmu itu bagimu dari menyempurnakan shalat berjama’ah” (HR. Bukhori-Muslim). 4. Membaca AMIN bersama imam “Barangsiapa ketika membaca Amin bersama imam, berarti membaca Amin bersama malaikat. Barangsiapa membaca Amin bersama malaikat, do’anya dikabulkan Allah “.

Prinsip Produksi Dalam Islam

Prinsip fundamental ekonomi Islam dalam proses produksi adalah terciptanya kesejahteraan ekonomi pada diri individu dan juga masyarakat, terutama untuk skala yang lebih luas menyangkut persoalan moral, pendidikan, agama dan lain sebagainya. Prinsip moral dalam produksi yang diajarkan oleh Islam antara lain: 1. Berproduksi dalam lingkaran halal Produksi dalam Islam baik dilaksanakan secara individu maupun kolektif, perseorangan maupun oleh badan usaha, pengadaan barang maupun jasa harus berpegang pada semua yang dihalalkan oleh Allah dan tidak melewati batas. Walaupun daerah halal itu luas namun manusia selalu saja merasa kurang puas dengan yang halal sehingga banyak yang melangar hukum Allah dan tergiur pada sesuatu yang haram, padahal ini dibenci oleh Allah dan Islam. 2. Dilarang melakukan usaha produksi yang mengarah kepada kedzaliman Usaha produksi baik yang menghasikan barang maupun jasa yang mengarah kepada terjadinya unsur kedzaliman pada bidang ekonomi dan kemasyarakatan sangat ditentang keras oleh ajaran Islam. Seperti halnya riba karena akan menghilangkan keadilan ekonomi dan berdampak buruk pada perekonomian umat.. 1. Segala bentuk penimbunan (ikhtikar) dan monopoli terhadap barang kebutuhan masyarakat adalah haram. Penimbunan menjadikan tingkat produksi berkurang, suplai berkurang dan melonjaknya harga pasar. Hal ini bisa dicegah dengan campur tangan pemerintah yang harus secara tegas menghukum para penimbun dan memaksanya untuk menjual barang tersebut sesuai dengan harga yang adil dan layak. Dalam sejarah Islam pada masa Rasulullah, negara melalui institusi hisbah memiliki kekuasan untuk mengontrol harga atau menetapkan upah buruh. Campur tangan pemerintah ini diberlakukan bila terjadi distorsi pasar (dzulm) yang mengakibatkan harga yang melambung. Rasulullah mengangkat seorang Muhtasib (petugas pengontrol dan pengawas kegiatan bisnis) yang akan menentukan harga yang adil untuk diterima semua pihak, baik produsen, distributor dan konsumen. 1. Memberi perlindungan pada kekayaan alam Menjaga sumber daya alam juga sangat penting karena alam adalah karunia Allah yang wajib disyukuri dengan menjaga sumber daya alam dari polusi, kehancuran dan kerusakan serta pemanfaatan yang berlebihan. Pemanfaatan sumber daya alam harus diimbangi dengan pemeliharaan kelestarian dan kontinuitas kelangsungan lingkungan hidup. Dalam perspektif ekonomi, Islam memandang manusia sebagai berikut: 1. Setiap manusia adalah produsen yang menghasilkan barang dan jasa yang berkaitan langsung dengan lingkungan hidup. 2. Manusia dididik oleh lingkungan hidup dan bumi untuk senantiasa mengingat kebesaran Allah yang telah mendistribusikan rezeki yang adil diantara manusia. 3. Sebagai produsen, maka manusia tidak boleh melakukan tindakan yang merusak lingkungan hidup Ekonomi dalam Islam menempatkan self interest (kemaslahatan indivodu) dan sosial interest (kemaslahatan masyarakat luas) sebagai tujuan dan sistem ekonomi mempunyai prinsip fundamental pada keadilan ekonomi (al-’adalah al-iqtisadiyah), jaminan sosial (at-takaful al-’ijtima’i) dan pemanfaatan sumber-sumber daya ekonomi secara efisien. Self interest dalam Islam diperlakukan sebagai kekuatan konstruktif bagi kesejahteraan kolektif. Keadilan ekonomi memiliki hubungan yang kuat dengan keadilan produksi. Keadilan produksi mencakup harga yang adil (as-saman al-’adl) dan laba yang adil pula (al-ajr al-’adl). Produksi dalam Islam merupakan usaha untuk memenuhi baik secara material dan moral sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup yang hakiki yaitu kebahagiaan dunia akhirat. Sistem ekonomi Islam sangat mendorong majunya produktifitas dan mengembangkannya baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Sudut pandang produksi dalam Al-Qur’an diantaranya terdapat pada surat Al-Mulk ayat 15, Al-Baqarah ayat 22, An-Nahl ayat 14, surat Al-jumu’ah ayat 9, dan masih banyak lagi. Dalam surat dan ayat-ayat tersebut telah dijelaskan bahwa barangsiapa yang berjalan di penjuru bumi, bertebaran diatasnya dan mencari karunia Allah, maka pasti ia akan makan rizqi Allah. Barangsiapa yang duduk dan berpangku tangan tidak mau bekerja dan berbuat, baik pribadi maupun ummat, maka pasti akan terhalang mendapatkan bagian. Dalam sunatullah tidak sama antara orang yang duduk berpangku tangan dan orang yang bekerja. Islam juga tidak membolehkan seseorang hanya mengandalkan pertolongan orang lain, padahal dia mampu orang yang kuat dan mampu bekerja. Dan sesungguhnya Islam menganggap suci amal duniawi dan memandangnya sebagai bagian dari ibadah dan dipandang sebagai jihad di jalan Allah, bila diikuti dengan niat yang benar disertai keikhlasan dan ketaqwaan. Dari adanya anjuran produksi untuk memperbanyak harta dan menambah sumber penghasilan. Pekerjaan seseorang yang sesuai dengan ketrampilan yang dimiliki dikategorikan sebagai produksi, begitu juga kesibukan untuk mengelola sumber penghasilan adalah juga produksi. Produksi dalam Islam tidak bisa dipisahkan antara dua hal yaitu pemenuhan kebutuhan ekonomi dan sarana beribadah kepada Allah sehingga semua yang berkaitan dengan produksi haruslah sejalan dengan nilai-nilai syari’at Islam. Tujuan produksi adalah memenuhi kebutuhan barang dan jasa baik untuk individu maupun untuk masyarakat. Produsen dalam menjalankan aktifitas ekonomi dengan berproduksi dituntut untuk tidak hanya mengejar keuntungan pribadi saja akan tetapi juga harus bisa memenuhi kebutuhan hidup orang banyak dan kesemuanya itu bermuara sebagai jalan untuk beribadah kepada Allah. Sedangkan dalam ekonomi kapitalis para pelaku ekonomi dan produsen mengejar keuntungan pribadi tanpa menghiraukan nilai moral yang ada. Islam mengklasifikasikan komoditi yang dihasilkan oleh proses produksi (barang dan jasa) menjadi dua bagian besar yaitu: 1. Thayyibat: adalah komoditi yang secara hukum syar’i halal dikonsumsi dan diproduksi 2. Khabaits: adalah komoditi yang secara hukum syar’i haram dikonsumsi dan diproduksi Sebagaimana Surat al-’A'raf ayat 157 yang berbunyi: ….ويحل لهم الطيبت ويحرم عليهم الخبئث… Artinya: …dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk…” (al-A’raf: 157). Tantangan berat bagi ekonom muslim dimasa sekarang adalah banyaknya peluang bisnis yang menjanjikan keuntungan besar justru datang dari usaha-usaha Khabaits (haram diproduksi, diperdagangkan dan dikonsumsi, contoh; narkoba, miras). Padahal ekonomi dalam Islam mengajarkan bahwa aktifitas ekonomi haruslah menghindari hal-hal yang diharamkan supaya individu dan masyarakat terjaga moralnya serta tercipta keadilan ekonomi mencakup harga dan laba yang adil. http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2012/09/21/prinsip-produksi-dalam-islam-488821.html

Susahnya Menjadi Orang Tua Idaman

Suatu hari di TV tayang sebuah acara reality show untuk remaja. Saat ditanyakan kepada mereka siapa tokoh atau sosok yang dikagumi dan diidolakannya, lalu meluncurlah nama-nama. Yang membuat kita prihatin tak satupun mereka yang mengidolakan orangtuanya. Bagi mereka ternyata figur orangtua tak cukup menarik dan kalah pamor dari para selebritis musik, sinetron, film dan olah raga. Andai yang mereka sebut adalah tokoh besar peradaban semisal para nabi dan ilmuan, rasanya tidak masalah. Tapi mereka justru lebih memilih idola dari kalangan selebritis yang secara moral layak diragukan. Kenyataan ini menjadi sinyalemen buruk bagi segenap orangtua. Mungkin apa yang tersaji dalam tayangan televisi itu tak menggambarkan keseluruhan anak-anak kita, namun siapa yang bisa menjamin bahwa potret buram ”pengidolaan” itu tidak terjadi dirumah kita, atau jangan–jangan malah sudah ada di dalam rumah kita. Kesalahan awal para orangtua Orangtua di zaman modern ini banyak yang hanya menjadikan rumah sekedar sebagai tempat transit dari lalulalang kesibukan yang berjubel. Maka saat berada di rumah kondisi mereka sudah kepayahan karena ide-ide kreatif dan inovasinya telah terkuras di luar rumah. Sehingga, jangankan utk mengajari anak-anaknya mengerjakan PR, menemani tidur, makan bersama atau sekedar ngobrol pun sudah tidak lagi sempat, akibat berikutnya, rumah terasa kering dari siraman cinta kasih dan anak kehilangan guru sejati. Banyak orangtua beranggapan dengan uang, fasilitas bermain atau sekolah favorit, tanggungjawab mendidik anak sudah tertunaikan secara benar, padahal sesungguhnya anak tak hanya butuh hal yang bersifat materi, tetapi juga kasih sayang, perhatian dan suri tauladan. Fasilitas pendidikan di luar rumah yang terbaik mungin mampu membentuk kepribadian anak, namun tak boleh lupa pendidikan didalam rumahlah penentu sedari awal kepribadian seorang anak. Orang tua abai bahwa kesuksesan sejati sesungguhnya adalah ketika mereka sukses mendidik anak menuju pembentukan kepribadian yang sehat secara fisik dan mental. Apa artinya menjadi pengusaha sukses, pejabat tinggi, karier cemerlang jika anggota keluarganya ada yang terjerumus dalam tindakan sesat, semisal; narkoba, seks bebas atau yang lainnya. Bila itu terjadi, lalu siapa yang pertama mengalami penderitaan, paling dirugikan dan jadi korban? Jawabannya, tentu saja anak-anak. Maka penting bagi para orangtua untuk segera introspeksi diri dan mengubah cara mereka dalam hal memperlakukan anak-anak. Apabila tidak, jangan-jangan para orangtua akan makin tidak populer dan ditinggalkan anak. Alangkah menakutkan andai ada pertanyaan tentang siapa tokoh paling di benci para anak? Lalu jawaban mereka adalah ayah dan ibunya. Naudzubillah min dzalik. Menjadi orangtua, -ayah ibu- di era modern boleh dibilang gampang-gampang susah. Zaman sudah berubah, norma, etika, tata nilai telah bergeser. Orangtua dituntut bisa melakukan multiperan; menjadi teladan, pemimpin, guru, sahabat, bahkan menjadi kakak bagi anak-anaknya. Orangtua harus bersaing merebut perhatian anak dari berbagai hal; televisi, internet, perangkat teknologi baru, kawan sepergaulan, kegiatan sekolah dan banyak hal lain yang tidak semuanya membawa dampak positif. Bahkan, keluarga yang miskin ekonominya, beban tersebut semakin bertambah karena mereka juga harus bersaing dengan kemiskinan itu sendiri. Kedekatan dengan anak menjadi hal penting, karena bila tidak, orangtua tak lagi memiliki kontrol dan pengetahuan yang cukup terhadap aktifitas anak. Siapa kawan-kawan dekatnya, apa kesibukan-kesibukannya, apa problem yang dihadapi dan lain sebagainya. Kondisi demikian membuat anak tak bisa bebas menyatakan perasaannya, dan menyampaikan berbagai hal tentang dirinya, keinginan atau bahkan problemnya. Bila hal ini berlanjut maka bisa jadi inilah awal bencana bagi keluarga karena orangtua sudah tak peduli dengan anak dan anak akan curhat dan dekat dengan orang lain yang belum tentu membawa pengaruh baik. Kiat-Kiat Ada beberapa cara yang dapat dilakukan agar dapat membangun komunikasi, menjalin kedekatan dengan anak, sekaligus sebagai upaya menjadi orangtua idaman, diantaranya: 1) Mampu merumuskan visi-misi keluarga Orangtua mampu menjelaskan visi dan misi keluarga kepada anak, sedangkan anak sadar untuk ikut menjaga visi dan misi serta komitmen keluarga yang telah disepakati. Ibarat berlayar dalam satu perahu, seluruh awak kapal baik nahkoda maupun penumpang memiliki tujan yang sama. Nahkoda/imam adalah suami, penumpang yang lain sebagai makmum. Menjadi penting untuk memberikan pemahaman kepada anak tentang pentingnya kesamaan dan kebersamaan dalam hal-hal tertentu yang prinsipiil. Misalnya tentang tujuan, cita-cita dan target keluarga, keyakinan dan agama yang harus diimani dan lain sebagainya. Para orangtua bisa belajar dari kisah Lukmanul Hakim sebagaimana telah dijelaskan Allah dalam Al-Qur’an tentang hal-hal prinisp apa yang mesti ditanamkan orangtua kepada anak, salah satunya yang paling penting adalah keyakinan akan keesaan Allah SWT (tauhid). 2) Punya kesungguhan untuk berkorban Orangtua sebagai sosok yang lebih dewasa harus siap untuk mengalah, tidak egois dan tidak bisa semena-mena mengejar kebahagiaannya sendiri tanpa mempedulikan kebahagiaan bersama. Bahkan orangtua pantas berkorban untuk kebahagiaan anak, sekalipun harus ditebus dengan penderiatan. Banyak contoh yang menggambarkan bagaimana orangtua banting tulang memeras keringat demi membiayai pendidikan anak. Penderitaan itu berganti kebahagiaan manakala anak sukses meraih cita-citanya. Dengan keteladanan orangtua, disertai penjelasan yang mudah diterima, seorang anak akan merekam pengorbanan orangtua dan belajar banyak darinya. Hal tersebut akan membentuk pola pikir, kedewasaan dan kepribadiannya. Rekaman itu akan menuntunnya menjadi orang yang berjiwa pejuang, memiliki semangat berkorban sekaligus menghargai pengorbanan orangtuanya. Banyak kita lihat orangtua yang telah bekerja keras dan berkorban untuk anak, namun anak justru mengabaikan dan kurang menyambut perjuangan dan pengorbanan orangtuanya. Hal ini disebabkan kurangnya komunikasi orangtua dengan anak -secara tepat- tentang apa yang dilakukannya. 3) Menjadi Orangtua Super Orangtua seharusnya punya pengetahuan yang cukup diberbagai bidang serta selalu menambah ilmu agar anak merasa orangtuanya adalah sosok yang selalu siap saat anak membutuhkan penjelasan dan mampu menjadi guru sejati bagi mereka. Saat ini para anak butuh orangtua yang ”super”. Orangtua yang mampu menuangkan kesejukan dalam setiap jawaban saat anak sedang dahaga pengetahuan. Tentu orangtua yang super tidak harus tahu ilmu matematika, kimia, fisika, komputer yang melebihi sang anak, walaupun sekiranya bisa, hal seperti itu jelas lebih baik. Orangtua super yang dimaksud adalah orang tua yang mampu membangun motivasi dan semangat anak, menumbuhkan kepedulian, kepekaan pribadi dan sosial mereka serta mampu menuntun dan membimbingnya menjadi manusia yang lebih baik dari waktu ke waktu. Anak perlu diyakinkan bahwa orangtuanya adalah sosok yang membanggakan, yang tidak kalah hebat dengan orangtua lainnya, bahkan lebih hebat. Hal ini mengharuskan orangtua untuk tidak pernah berhenti belajar agar orangtua selalu memiliki hal-hal baru yang bisa dibagi dan disuguhkan kepada anak. 4) Selalu punya waktu Orangtua diharapkan selalu punya waktu untuk anak dan punya kesungguhan untuk membantu dan mendampingi mereka, yang kesemuanya itu dikomunikasikan dengan anak sehingga anak tahu. Mungkin karena sibuk, orangtua tak selalu punya waktu saat sang anak membutuhkan. Tapi kesungguhan untuk memberi yang terbaik kepada anak benar-benar bisa dirasakan sang anak, karena kualitas komunikasi yang baik. Banyak contoh disekitar kita dimana sebuah keluarga melewati kebersamaan dalam waktu yang panjang, dengan menonton tv bersama, minum teh atau ngobrol ringan, namun durasi waktu tersebut kurang mampu membangun jalinan kesepahaman yang kokoh antar mereka, mengapa ini terjadi? Karena kebersamaan itu hanya mampu mendekatkan mereka secara fisik, hanya tampak dipermukaan saja, dan kurang mampu mendekatkan hati mereka, kurang mampu mengeksplor hal yang tersembunyi, yang berbeda, yang butuh dicarikan ruang untuk saling menyesuaikan. Anak berhak berbagi persoalan dengan orangtuanya kapan saja selagi hal itu memungkinkan. Kalau orangtua khawatir hal itu akan menjerumuskan anak menjadi manja, kurang dewasa dan semacamnya, maka berikan keyakinan kepada anak tentang pentingnya belajar mandiri tanpa ada kesan membatasi akses anak untuk menyampaikan perasaannya atau untuk berkomunikasi dengan orangtua. 5) Memperlakukan anak secara terhormat dan bermartabat. Bila orangtua menginginkan anak menjadi terhormat maka perlakukanlah mereka secara terhormat semenjak kecil. Hanya orang-orang yang mengenal kehormatan yang akan hidup secara terhormat. Sebagaimana telah dicontohkan Rasulullah. ”Ummu Fadhl bercerita; suatu ketika aku menimang seorang bayi, Rasul kemudian mengambil bayi itu dan menggendongnya. Tiba-tiba sang bayi pipis dan membasahi pakaian Rasul, segera saja kurenggut secara kasar bayi itu dari Rasul dan Rasulpun menegurku; ”pakaian yang basah ini dapat dibersihkan oleh air, tetapi apa yang dapat menghilangkan kekeruhan dalam jiwa sang anak akibat renggutanmu yang kasar itu?”. Rasul tidak ingin rasa rendah diri atau berdosa menyentuh jiwa anak yang dibawa hingga ia dewasa. Karena alasan itulah mengapa dalam hal tertentu Rasul tidak membedakan perlakuan kepada anak dan orang dewasa, misalnya dalam mengucapkan salam. Mengucap salam pada seorang anak setidaknya memberi dua dampak positif, yaitu menanamkan rasa rendah hati dan percaya diri. Karena yang banyak terjadi sekarang tidak hanya renggutan kasar namun juga cemoohan, hardikan bahkan kekerasan fisik yang diterima anak-anak kita. Dalam bentuk lain adalah adanya ketidakpedulian, sikap cuek dan egoisme orangtua. Padahal menurut riset, 90% rasa rendah diri pada orang dewasa disebabkan adanya perlakuan yang dialaminya sebelum dia dewasa. Bila hardikan dan pukulan yang diterima anak, jangan salahkan bila kelak ia menjadi ”preman” dan tidak peduli pada kesantunan. Bila hinaan, cemoohan dan sikap sinis yang biasa mereka dapat, maka jangan salahkan bila kelak mereka tidak memiliki sikap tenggangrasa dan tidak peduli sesama. Demikianlah beberapa kiat yang bisa dilakukan oleh para orangtua agar bisa menjalin kedekatan dengan anak sekaligus menjadi orangtua idaman bagi mereka. Bila dilakukan dengan sungguh-sungguh dan istiqomah, akan tiba sebuah masa dimana ketika anak-anak menyebut dan menceritakan orangtuanya disertai dengan sikap hormat dan rasa bangga. Bukan sebaliknya, dengan sikap sinis dan penuh rasa benci…mau?! http://edukasi.kompasiana.com/2012/09/21/susahnya-menjadi-orang-tua-idaman-488856.html

Sudahkah Rumahtangga Kita Punya Tujuan?

”Dan tiadalah kehidupan di dunia ini, melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesunguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan kalau mereka mengetahui” (QS: al-Ankabut : 64) Seakan telah menjadi bagian yang sangat standar dari skenario kehidupan, bahwa hampir sepanjang usia dunia hingga saat ini, betapa banyak orang yang selama hidupnya disibukkan oleh kerja keras, peras keringat banting tulang dalam mencari penghidupan. Apa yang telah diperolehnya dikumpul-kumpulkan dan ditimbun dengan seksama demi agar anak-anaknya terjamin masa depannya. Ada juga orang yang dalam hidupnya teramat merindukan penghargaan dan penghormatan, sehingga hari-harinya disibukan dengan memperindah rumah, mematut-matut diri, membeli aneka asesori, dan sebagainya, yang semua itu dilakukan semata-mata ingin dihargai orang. Inilah fenomena kehidupan yang menunjukan betapa manusia dalam kehidupannya berpeluang dekat dengan hawa nafsu yang merugikan. Sekiranya tujuan sebuah rumah tangga hanya duniawi belaka, maka penghuninya akan merasakan letih lahir batin karena energinya lebih banyak terkuras oleh pemikiran tentang taktik dan siasat serta nafsu menggebu untuk mengejar hal duniawi itu terus menerus siang malam. Padahal, apa yang didapatkannya tak lebih dari apa yang telah ditetapkan ALLAH untuknya. Walhasil, hari-harinya akan terjauhkan dari ketenteraman batin dan keindahan hidup yang hakiki karena tak ubahnya seorang budak. Ya, budak dunia ! Berawal dari tujuan Sebaliknya rumah tangga yang tujuannya hanya ALLAH, ketika mendapatkan karunia duniawi, akan bersimpuh penuh rasa syukur kehadirat-Nya. Sama sekali tidak pernah kecewa dengan seberapa pun yang ALLAH berikan. Pendek kata adanya hal duniawi di sisinya tidak membuatnya sombong, tiadanya pun tak membuatnya menderita dan sengsara, apalagi jadi merasa rendah diri karenanya. Lebih-lebih lagi dalam hal ikhtiar guna mendapatkan karunia duniawi tersebut, baginya yang penting bukan perkara dapat atau tidak dapat, melainkan bagaimana agar dalam rangka menyongsongnya hati tetap terpelihara, sehingga ALLAH tetap ridha. Jumlah yang didapat tidaklah menjadi masalah, namun kejujuran dalam menyongsongnya inilah yang senantiasa diperhatikan sungguh-sungguh. Karena, nilainya bukanlah dari karunia duniawi yang diperolehnya, melainkan dari sikap terhadapnya. Oleh karena itu, rumah tangga yang tujuannya ALLAH Azza wa Jalla sama sekali tidak akan silau dan terpedaya oleh ada atau tidak adanya segala perkara duniawi ini. Karena, yang penting baginya, ketika aneka asesoris duniawi itu tergenggam di tangan, tetap membuat ALLAH suka. Sebaliknya, ketika semua itu tidak tersandang, ALLAH tetap ridha. Demikian pun gerak ikhtiarnya akan membuahkan cinta dari-Nya. Merekalah para penghuni rumah tanggga yang memahami hakikat kehidupan dunia ini. Dunia, bagaimana pun hanyalah senda gurau dan permainan belaka, sehingga yang mereka cari sesungguhnya bukan lagi dunianya itu sendiri, melainkan Dzat yang Maha memiliki dunia. Bila orang-orang pencinta dunia bekerja sekeras-kerasanya untuk mencari uang, maka mereka bekerja demi Dzat yang Maha membagikan uang. Kalau orang lain sibuk mengejar prestasi demi ingin dihargai dan dipuji sesama manusia, maka mereka pun akan sibuk mengejar prestasi demi mendapatkan penghargaan dan pujian dari Dia yang Maha menggerakan siapapun yang menghargai dan memuji. Perbedaan itu, begitu jelas dan tegas bagaikan siang dan malam. Bagi rumah tangga yang tujuannya hanya asesoris duniawi pastilah aneka kesibukannya itu semata-mata sebatas ingin mendapatkan yang satu itu saja, sedangkan bagi rumah tangga yang hanya ALLAH semata menjadi tujuan dan tumpuan harapannnya, maka otomatis yang dicarinya pun langsung tembus kepada Dzat Maha pemilik dan penguasa segala-galanya. Maka upayakan rumah tangga kita tidak menjadi pencinta dunia semata. Karena, betapa banyak rumah tangga yang bergelimang harta, tetapi tidak pernah berbahagia. Betapa tak sedikit rumah tangga yang tinggi pangkat, gelar dan jabatannya, tetapi tidak pernah menemukan kesejukan hati. Memang, kebahagian yang hakiki itu hanyalah bagi orang-orang yang disukai dan diridlai-Nya. Allah SWT berfirman: ”Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan Para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu Lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” [Q.S.Al-Hadid ayat 20]. Muhasabah Berumah tangga bukanlah suatu hal yang mudah seperti halnya membalikkan kedua telapak tangan. Sejak awal, Allah Swt. memperingatkan kepada setiap orang beriman agar hati-hati dalam hal tersebut, sebagaimana firman-Nya: Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagim. Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. At-Taghabun [64]:14). Ayat di atas menjelaskan, bahwa bisa jadi pasangan yang telah kita pilih untuk mendampingi hidup kita dan anak-anak yang dilahirkannya menjadi musuh bagi diri kita. Seorang suami yang seharusnya menjadi seorang pemimpin di keluarga malah menjadi koruptor karena bujukan istrinya yang terus menggerutu karena diperbudak segala macam keinginan. Ayah dan ibu terhancurkan kehormatan dan harga diri keluarganya karena perilaku dan akhlaq buruk yang diperlihatkan anak-anak yang dilahirkannya. Untuk itu, hal penting yang harus selalu kita lakukan adalah memohon kepada Allah semoga Ia menolong dan mengkaruniakan kita pendamping terbaik dan anak-anak yang shalih dan shalihah. Al Qur’an menuntun doa yang begitu indah tentang hal ini sbb: Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Furqan [25]:74). Pasangan (istri) seperti apakah yang qurrota a’yun itu? Tentu saja istri yang menyejukan ketika dipandang, dapat menjadi tauladan bagi siapapun. Ia juga tidak akan pernah memperlihatkan wajah yang muram durja, berbicara ketus dan rona wajah yang menyeramkan. Akhlaknya akan terlihat jauh lebih indah dibanding kecantikan wajah dan tubuhnya. Akhlaqnya akan tercermin dalam perilakunya sehari-hari, baik terhadap suami maupun orang lain di luar keluarganya (tetangga), seperti senantiasa hormat meski suaminya berumur sama dengannya, atau senantiasa menghargai siapapun yang ia temui termasuk anak kecil sekalipun. Kata-kata yang keluar dari mulutnya terasa menyejukan, bersih dan tidak pernah ada yang melukai. Oleh karena itu, meski ia terus beranjak tua dan berubah karena perjuangannya dalam melahirkan dan membesarkan anak-anaknya, namun akan tetap kelihatan cerah dan bersinar. Hal itu tiada lain karena cerminan dari suasana hati yang senantiasa bersih dan bening. Di samping itu, ia juga akan senantiasa bersyukur, menghadapi setiap kejadian dengan sabar dan yakin akan pelajaran dari Allah. Istri seperti ini tidak pernah meminta hal yang di luar kemampuan suaminya. Ia juga akan senantiasa memohon izin kepada suami untuk melakukan apapun yang akan ia kerjakan. Bila paparan di atas bicara tentang istri yang sholihah, yang menjadi perhiasan terindah bagi para suami, bagaimana pula gambaran suami sholih yang menjadi pemimpin terbaik bagi para istri? Bagi suami yang sholeh, istri akan senantiasa menjadi orang spesial dalam benak dan kehidupannya. Suami seperti ini akan senantiasa bersih ketika mau berhadapan dengan istri dan memanggil dengan panggilan terbaik. Jika kondisi istri berubah secara fisik, karena perjuangannya mengurus rumah tangga, ia akan menghiburnya dengan keuntungan-keuntungan di akhirat. Ia juga akan menutup kejelekan yang dimiliki istri serta merasa terus tertuntut untuk melakukan kewajiban yang benar. Tingginya derajat suami ditentukan oleh perjuangannya menjadi pemimpin rumah tangga, sehingga ia akan terus menuntut dirinya untuk senantiasa menjadi tauladan yang terbaik bagi keluarga yang dipimpinnya. Seorang suami pilihan Allah tidak pernah mau jadi beban bagi istrinya. Ia akan senantiasa memuji dan membuat istri senang, menjadikan kekurangan istrinya menjadi ladang amal untuk berlapang hati dan membantunya selalu berjuang untuk memperbaiki diri. Ia juga akan selalu berlapang dada bertukar pikiran membahas masalah-masalah yang ada di keluarganya dengan adil. Pada malam hari, ia akan mengajak istrinya untuk bermunajat menghadap Allah bersama-sama, meminta kepada Allah sebuah keluarga yang mendapatkan perlindungan-Nya pada saat tiada lagi perlindungan lain selain hanya dari-Nya. Memohon dikaruniakannya sebuah yang keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah, bahagia di dunia dan akhirat. Waallahu a’lam bi alshawab