Setiap ada pernikahan selalu di
barengi dengan resepsi pernikahan (Walimatul Ursy) acara semacam itu sudah
dianggap lumrah dan telah membudaya bagi setiap lapisan masyarakat manapun,
hanya cara dan sistemnya saja yang berbeda, sedangkan maksud dan tujuan yang
terkandung dari mengadakan resepsi pernikahan (Walimatul Ursy) itu tiada lain
hanya untuk menunjukkan rasa syukur atas pernikahan yang telah terjadi sebagai
rasa bahagia yang dinikmati bersama handai taulan dan masyarakat di sekitar
lingkungan kita.
Walimah adalah istilah yang
terdapat dalam literatur arab yang secara arti kata berarti jamuan yang khusus
untuk perkawinan dan tidak digunakan untuk penghelatan di luar perkawinan
(Prof. Dr. Amir Syarifuddin, 2006;155). Dalam bahasa Arab, Walimah mempunyai
makna sebagai “makanan yang disediakan khusus dalam acara pesta perkawinan,
bisa juga diartikan sebagai makanan untuk tamu undangan atau lainnya”.
Walimah diadakan ketika acara
akad nikah berlangsung, atau sesudahnya, atau ketika hari perkawinan/mencampuri
isteri) atau sesudahnya, bisa juga di adakan tergantung adat dan kebiasaan yang
berlaku dalam masyarakat (Drs. Slamet Abidin dan Drs. H.Aminuddin, 199;149).
Hukum mengadakan walimah menurut
mayoritas pendapat para ulama, adalah sunnah, bukan kategori perintah wajib,
karena kandungan makna yang terpenting dari walimah adalah memberikan hidangan
makanan kepada masyarakat sebagai wujud kebahagiaan yang diraihnya erupa
terlaksananya sebuah pernikahan, dan walimah ini tidak berbeda jauh dengan
pesta-pesta lainnya. Hal ini di pahami dari sabda nabi yang berasl dari anas
ibn malik menurut penukilan muftafa’alaih
“Sesungguhnya nabi Muhammad SAW melihat kemuka Abdul Rahman bin Auf
yang masih ada bekas kuning, berkata Nabi: “Ada apa ini” Abdul Rahman berkata
saya baru mengawini seorang perempuan dengan maharnya lima dirham.”Nabi
bersabda: “Semoga Allah memberkati mu, adakanlah penghelatan (walimah),
walaupun hanya memotong dengan seekor kambing.
Perintah nabi untuk mengadakan
walimah dalam hadits ini tidak mengandung, tetapi halnya sunnah menurut Jumhur
Ulama, Tradisi yang berlaku di kalangan Arab sebelum Islam datang. Pelaksanaan
walimah masa lalu itu diakui oleh nabi untuk di lanjutkan dengan sedikit
perubahan dengan menyesuaikan dengan tuntutan Islam.
Sedangkan yang berbeda dengan
jumhur ulama adalah ulama Zhihiriyah yang mengatakan di wajibkannya atas setiap
orang untuk melangsungkan perkawinan untuk mengadakan walimah, baik secara
kecil-kecilan maupun secara besar-besaran sesuai dengan keadaan yang mengadakan
perkawinan.
Dolongan ini mendasarkan pendapatnya kepada hadits yang disebutkan di atas tadi dengan memahami amar atau perintah dalam hadits itu sebagai perintah wajib (Prof. Dr. Amir Syariduddin, 2006:156).
Dolongan ini mendasarkan pendapatnya kepada hadits yang disebutkan di atas tadi dengan memahami amar atau perintah dalam hadits itu sebagai perintah wajib (Prof. Dr. Amir Syariduddin, 2006:156).
3. Hikmah Dan Syariat Walimah
Adapun hikmah dari disuruhnya
mengadakan walimah ini adalah dalam rangka mengumumkan kepada khalayak bahwa
akad nikah sudah terjadi schingga semua pihak mengetahuinya dan tidak ada
tuduhan di kemudian hari. Ulama Malikiyah dalam tujuan unhrk memberi tahukan
terjadinya perkawinan itu lebih mengutamakan walimah dari menghadirkan dua
orang saksi dalam akad perkawin¬an.
Adanya perintah Nabi, baik dalam arti sunnah atau wajib, meng¬adakan walimah mengandung arti sunnah mengundang khalayak ramai untuk menghadiri pesta itu dan memberi makan hadirin yang datang. Tentang hukum menghadiri walimah itu bila ia diundang pada dasamya adalah wajib. Jumhur ulama yang berprinsip tidak wajibnya mengadakan walimah, juga berpendapat wajibnya men¬datangi undangan walimah itu. Kewajiban mengunjungi walimah itu berdasarkan kepada suruhan khusus Nabi unhzk memenuhi undangan walimah sesuai sabdanya yang bersumber dari Ibnu Umar dalam hadis nurttafaq 'alaih:
Adanya perintah Nabi, baik dalam arti sunnah atau wajib, meng¬adakan walimah mengandung arti sunnah mengundang khalayak ramai untuk menghadiri pesta itu dan memberi makan hadirin yang datang. Tentang hukum menghadiri walimah itu bila ia diundang pada dasamya adalah wajib. Jumhur ulama yang berprinsip tidak wajibnya mengadakan walimah, juga berpendapat wajibnya men¬datangi undangan walimah itu. Kewajiban mengunjungi walimah itu berdasarkan kepada suruhan khusus Nabi unhzk memenuhi undangan walimah sesuai sabdanya yang bersumber dari Ibnu Umar dalam hadis nurttafaq 'alaih:
Nabi Muhammad SAW hersnbda:
"Bila salah .seorang di antaramu " diundang menghadiri walimah al-ursy,hendaklah
mendatanginya.
Lebih lanjut ulama Zahiriyah yang
mewajibkan mengadakan walimah menegaskan kewajiban memenuhi undangan walimah
itu dengan ucapannya bahwa seandainya yang diundang itu sedang tidak berpuasa
dia wajib makan dalam walimah ihr, namun bila ia berpuasa wajib juga
mengunjunginya, walau dia hanya sekadar memohonkan doa untuk yang mengadakan
walimah di tempat walimah tersebut.
Kewajiban menghadiri walimah
sebagaimana pendapat jumhw dan Zhahiriyah di atas bila undangan itu ditujukan
kepada oran€ tertentu dalam arti secara pribadi diundang. Hal ini mengandung
arti bila undangan walimah itu disampaikan dalam bentuk massa seperti melalui
pemberitaan mass media, yang ditujukan untuk siapa saja, maka hukumnya tidak
wajib.
Untuk menghadiri walimah biasanya
berlaku untuk satu kali. Namun bila yang punya hajat mengadakan walimah untuk
beberapa hari dan seseorang diundang untuk setiap kalinya, mana yang mesti
dihadiri, menjadi pembicaraan di kalangan ulama. Jumhur ulama terrnasuk Imam
Ahmad berpendapat bahwa yang wajib dihadiri adalah walimah hari yang pertama,
hari yang kedua hukumnya sunnah sedangkan l;ari selanjutnya tidak lagi sunnah
hukumnya. Mereka mendasarkan pendapatnya kepada hadis Nabi yang diriwayatkan
Abu Daud dan Ibnu Majah yang bunyinya:
Walimah hari pertama merupakan
hak, hari kedua adalah makruf sedangkan hari ketiga adalah riya dan pamer.
Meskipun seseorang wajib
mendatangi walimah, namun para ulama memberikan kelonggaran kepada yang
diundang untuk tidak datang dalam hal-hal sebagai berikut:
a) Dalam walimah dihidangkan
makanan dan minuman yang diyakininya tidak halal.
b) Yang diundang hanya
orang-orang kaya dan tidak mengundang orang miskin.
c) Dalam walimah itu ada
orang-orang yang tidak berkenan dengan kehadirannya.
d) Dalam rumah tempat walimah itu
terdapat perlengkapan yang hararn.
e) Dalam walimah diadakan
permainan yang menyalahi atura agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar