KHITBAH/PEMINANGAN
Sabar dalam penantian
Merindukan
pendamping hidup adalah fitrah setiap insan. Wanita, sebagai makhluk Allah SWT
yang cenderung ingin diayomi atau dilindungi, tentu wajar berharap pula akan
kehadiran seorang ikhwan dalam hidupnya. Dan saat menanti adalah ujian berat
bagi seorang gadis. Sebagai bunga yang sedang mekar atau yang mungkin telah
mekar sekian lama, seringkali ia terlena dengan tawaran manis si kumbang yang
datang mempesonanya. Sayang, kebanyakan kumbang–kumbang itu sekedar ingin
menggoda saja. Malah ada pula yang sekedar ingin menghisap madunya tanpa mau
bertanggung jawab. Na’udzubillah! Begitulah fakta di masa kini.
Realita fitnah syahwat yang
terjadi di mana–mana hingga banyak wanita kehilangan kehormatannya. Karena itu,
setiap gadis muslimah hendaknya pandai–pandai menjaga diri dan selalu
berhati–hati, jangan sampai tertipu. Lalu, apa yang sebaiknya dilakukan oleh
seorang gadis muslimah dalam penantian?
Memperbanyak amal ibadah
Seorang
muslimah dalam masa penantian hendaknya semakin mendekatkan diri kepada Allah
SWT. Pendekatan diri kepada Allah SWT dengan memperbanyak amal ibadah,
khususnya ibadah sunnah. Karena ia bisa menjadi perisai diri dari berbagai
godaan.
Do’a dan tawakal
Rezeki,
maut, termasuk jodoh manusia sudah diatur oleh Allah SWT, dan Dia maha
mengetahui yang terbaik bagi hambaNya, yang bisa kita lakukan adalah berikhtiar
dan berdoa, kemudian bertawakal kepadaNya. Hanya kepada Allah SWT kita berserah
diri dan mohon pertolongan. Berdoalah agar segera dikaruniai jodoh yang shalih,
yang baik agamanya, dan bisa membawa kebahagiaan bagi kita di dunia dan
akhirat. Yakinlah Allah SWT akan memberikan yang terbaik. Bukankah Dia akan
mengikuti persangkaan hambaNya? Karena itu jangan pernah berburuk sangka terhadap
Allah SWT.
Mempersiapkan diri,
membekali diri dengan ilmu
Bekali
diri dengan ilmu, khususnya ilmu agama, terutama yang berkaitan dengan kerumah
tanggaan. Lalu, bekali diri dengan keterampilan berumah tangga. Seorang suami
tentu saja akan senang bila istrinya terampil dan cekatan. Terakhir, persiapkan
diri menjadi istri shalihah dan sebaik–baik perhiasan bagi suami. Jangan lupa
untuk merawat diri agar selalu tampil cantik dan segar. Tapi ingat, kecantikan
itu tidak untuk diumbar sembarangan, persembahkan hanya untuk suami tercinta
kelak.
Kepada para ikhwan
Bagi
para pemuda, ketahuilah sesungguhnya telah banyak pemudi yang siap untuk
mengarungi bahtera pernikahan. Mereka menunggu pinanganmu. Mereka menunggu
keberanianmu. Tunggu apalagi jika engkau pun sudah siap menikah dan merindukan
seorang istri? Ayolah, jangan ikhlaskan wanita–wanita shalihah itu dinikahkan
dengan laki – laki yang tak baik agamanya. Ingat bahwa Allah SWT akan menolong
seorang pemuda yang berniat menikah demi menyelamatkan agamanya. Karena itu,
bersegeralah mencari pendamping yang bisa membantumu bertaqwa kepada Allah SWT.
Khitbah, kata bahasa arab
yang berarti peenyataan akan keinginan seorang pria menikahi seorang wanita
tertentu yang kemudian dijawab oleh wanita tersebut atau keluarganya.
Masyarakat Indonesia
mengenalnya dengan istilah lamaran, tunangan dan pinangan
Pernyataan tersebut bias
dilakukan oleh pelamar sendiri atau melalui perwakilannya dengan menggunakan
redaksi bersifat langsung atau tidak langsng tetapi dipahami oleh pihak wanita
yang hendak dilamar.
Terlepas dari adapt yang
melingkupi tindakan tersebut, penerimaan terhadap lamaran yang diajukan akan
menutup pintu bagi lamaran pria muslim lainnya atas wanita tersebut.
Konsekuensi tersebut disabdakan sendiri oleh Nabi Muhammad SAW dalam sebuah
hadits:
‘… dan janganlah kamu
meminang pinangan saudaramu..” (HR ahmad dan muslim dari Ibnu Umar).
Walaupun demikian, ikatan
ini bukan berarti kedua calon mempelai pria dan wanita tersebut telah menikah,
dan tidak berarti pula keduanya sudah “halal” dan bebas melakukan apa saja
sebab keduanya masih terikat larangan syar’i terkait dengan pergaulan pria dan
wanita serta belum terbebani kewajban dan hak sebagai pasangan suami istri.
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata." (Al Ahzab: 36).
NIKAH
Secara bahasa, kata nikah
dalam bahasa arab yang merupakan bahasa aslinya berarti bersatu, atau
berkumpul. Sedangkan secara terminology hokum islam, walaupun diuraikan dalam
beragam redaksi oleh para pakar hokum, tetapi semua redaksi tersbeut mengarah
pada satu hal yaitu akad yang memberikan legalitas kepada pria dan wanita untk
melakukan hubungan suami istri. Dan konsekuensi hokum bagi mereka yang terikat
didalamnya adalah : sejak akad nikah tersbeut dinayatakan sah, maka sejak itu berlaku
pula hak dan kewajiban sebagai sepasang suami istri, serta orang tua bagi anak
keturunan mereka kelak.
Mayoritas madzhab fiqh
menetapkan rukun nikah alah adanya calon mempelai perempuan, calonmempelai
laki-laki, wali nikah dan ijab qabul, sedangkan syaratnya adalah adanya dua
orang saksi yang adil dan mahar (maskawin).
Khususnya di Indonesia,
terdapat istilah “nikah siri”. Istilah ini dipergunakan untuk menyebut
perniakahan yang dilakukan dengan syarat dan rkun yang lengkap menurut syariat
tapi dilakkan secara diam-diam tanpa kehadiran undanagn atau tidak dicatatkan
karena alas an-alasan tertentu (nikah bawah tangan). Sebagian ulama menyatakan
pernikahan model ini sah secara hokum islam tetapi para pelajkuunya dianggap
melakukan perbuatan dosa karena telah menghadirkan potensi kemudaharatn hokum
bagi wanita dan anak yang lahir dari hubungan tersbeut. Nikah siri ini menurut
hokum positif disebut dengan nikah bawah tangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar